Polda Jabar ungkap jaringan buzzer yang serang produk skincare
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Hendra Rochmawan saat memberikan keterangan di Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (26/12/2025). (ANTARA/Rubby Jovan)
Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) mengungkap dugaan jaringan dari aktivitas pendengung (buzzer) yang terlibat dalam penyebaran fitnah dan pencemaran nama baik terhadap perusahaan serta produk perawatan kulit atau skincare milik pengusaha Heni Purnamasari.
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol Hendra Rochmawan mengatakan pengungkapan kasus tersebut berawal dari laporan polisi yang diterima pada 17 Desember 2025.
“Dasar penanganan perkara ini adalah Laporan Polisi Nomor LPB 684 tanggal 17 Desember 2025 di SPKT Polda Jawa Barat atas nama pelapor Heni Purnamasari,” kata Hendra di Bandung, Jumat.
Hendra menjelaskan dua hari setelah laporan diterima, penyidik meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor SP 146 tanggal 19 Desember 2025.
Menurut dia, modus operandi para terlapor yakni mengunggah konten bernuansa tuduhan yang tidak sesuai fakta melalui akun media sosial TikTok dan Instagram.
“Pemilik akun telah memposting kalimat menuduh yang tidak sebenarnya kepada pelapor. Selain itu, foto pelapor juga dimanipulasi menjadi bertanduk, bertaring, dan menyerupai binatang,” kata Hendra.
Peristiwa itu pertama kali diketahui pelapor pada 30 Juli 2025 setelah diberitahu oleh salah satu karyawannya. Pelapor kemudian menemukan unggahan serupa di akun media sosial lain yang telah dimodifikasi.
Ia mengatakan berdasarkan hasil gelar perkara, penyidik menetapkan tiga orang sebagai terlapor, masing-masing berinisial FM dan MSR yang berdomisili di Kabupaten Garut, serta AF yang berdomisili di Bali.
“Penetapan terlapor dilakukan berdasarkan alat bukti yang cukup,” kata Hendra.
Polda Jabar juga menyita sejumlah barang bukti berupa tiga unit telepon seluler, dua unit laptop termasuk satu unit MacBook, satu flashdisk berkapasitas 64 gigabita, serta dokumen dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.
Para terlapor dijerat Pasal 27 huruf A juncto Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan ancaman pidana maksimal dua tahun penjara dan denda paling banyak Rp400 juta.


