Polda Metro Jaya tangkap hacker diduga “Bjorka”, ini kronologinya:
Polda Metro Jaya tangkap pria berinisial WFT diduga Bjorka, Klaim retas 4,9 Juta data Kamis (2/10/2025) (Foto : Radio Elshinta Eddy Suroso)
Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya melalui Direktorat Research Ciber berhasil menangkap seorang pria berinisial WFT (22) yang diduga merupakan sosok di balik nama samaran “Bjorka” atau “Bjorkanesia”.
Penangkapan ini berawal dari laporan salah satu bank swasta nasional pada 17 April 2025, setelah ditemukan unggahan database nasabah di forum gelap (dark web) oleh akun “ex Bjorkanesia”. Tak hanya itu, pelaku juga sempat mengirim pesan langsung ke akun resmi bank dan mengklaim telah meretas 4,9 juta data nasabah.
“Penyidik sudah mengantongi beberapa alat bukti termasuk juga alat bukti digital. Mulai dari perangkat yang digunakan untuk melakukan tindakannya, kemudian menyita akun-akunnya dan beberapa akun dari hasil beberapa keterangan serta ahli,” ujar Kasubdit Penmas Bidhumas Polda Metro Jaya AKBP Reonald Simanjuntak dalam wawancara di Elshinta News and Talk, Sabtu (4/10).
AKBP Reonald menjelaskan, hasil penyelidikan menunjukkan keterkaitan WFT dengan sejumlah aktivitas digital yang menyerupai pola Bjorka sebelumnya.
Pada 30 Desember 2024, akun “Bjorka” di forum gelap memposting tawaran akses ke database sebuah bank swasta. Selanjutnya, pada 5 Februari 2025, akun tersebut mengganti nama menjadi “SkyWave” dan kembali mempublikasikan data serupa, disertai klaim memiliki jutaan data akses nasabah.
Tak berhenti di situ, akun ex Bjorkanesia juga membagikan tangkapan layar postingan SkyWave, disertai pesan provokatif:
“If they do not respond to this bank, bank bla bla bla will experience a major breach, bank-bank swasta lainnya targeted by ransomware groups, itu sekilas yang bisa kami jelaskan.” ungkap Reonald
Motif Pemerasan dan Penjualan Data
Dari hasil pemeriksaan, WFT diketahui merupakan guru harian lepas yang tidak lulus SMA dan yatim piatu, namun memiliki kemampuan tinggi dalam teknologi informasi. Sayangnya, kemampuan tersebut digunakan untuk pemerasan dan jual-beli data ilegal.
“Dapat kami jelaskan juga yang bersangkutan itu apabila menjual data-data yang di dark web itu, di dark forum, kami ulangi di dark forum itu rata-rata bisa mencapai mulai dari 500 dolar sampai dengan 9 ribu dolar,” jelas Reonald.
Meski demikian, penyidik masih mendalami kemungkinan adanya jaringan lain yang membantu WFT dalam menjalankan aksinya. Saat ini, pelaku diduga bertindak sendiri atau “single fighter”. Menjawab keraguan publik mengenai apakah WFT benar “Bjorka” yang sempat menghebohkan publik sejak 2020, AKBP Reonald menegaskan penyelidikan masih terus berlanjut.
“Kita masih mendalami, apakah ini Bjorka yang sama dengan yang dicari sejak beberapa tahun lalu. Karena semua orang bisa menjadi siapapun di dunia Internet. Jadi penyelidik itu harus penuh kehati-hatian, kemudian betul-betul memegang alat bukti, petunjuk, yang menyatakan bahwa inilah pelaku tindak pidana cyber ” tegasnya.
Menurutnya, pelaku bisa saja menggunakan nama “Bjorka” untuk meniru atau memanfaatkan ketenaran hacker legendaris tersebut demi menambah daya tawar dalam pemerasan.
WFT disangkakan dengan sejumlah pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), di antaranya Pasal 30, 32, 35, dan 46, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
“Pasal ini menjerat pelaku yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses sistem elektronik, mengubah, atau menghapus data milik orang lain untuk keuntungan pribadi,” ungkap Reonald.
Polda Metro Jaya juga mengingatkan masyarakat dan lembaga swasta agar lebih waspada terhadap potensi kejahatan siber.
“Jangan mudah membagikan data pribadi. Bila merasa menjadi korban kejahatan siber, segera laporkan kapan saja melalui call center 110 yang gratis dan aktif 24 jam,” imbau Reonald.
Ia juga menegaskan, pelaku dengan motif kriminal tetap akan ditindak hukum, berbeda dengan etical hacker yang justru membantu mengidentifikasi kelemahan sistem tanpa merugikan pihak lain.
“Kalau tujuannya hanya mencari bug atau kelemahan situs, mencoba masuk tanpa berniat melakukan pemerasan dan melapor ke pemilik sistem, itu biasa dirangkul oleh beberapa perusahaan di negara asing. Tapi kalau sudah berniat memeras, untuk menguntungkan diri sendiri dan merugikan orang lain, itu perbuatan yang melanggar hukum atau pidana,” tutupnya.
Sukma Salsabella