Tantangan RTH Jakarta di tengah isu prostitusi ruang terbuka

Update: 2025-12-31 03:30 GMT

Sejumlah pekerja seks komersial (PSK) kabur dari lokasi prostitusi liar Gang Royal, Jalan Bandengan Utara III, Pekojan, Tambora, Jakarta Barat lantaran dikejar petugas Satpol PP, Selasa (11/3/2025) malam. (ANTARA/Risky Syukur)

Elshinta Peduli

Prostitusi liar di ruang terbuka di wilayah Jakarta menjadi topik yang santer dibicarakan belakangan ini. Bukan saja lantaran aktivitas haram itu tak tumpas oleh berkali-kali penertiban, tetapi bagaimana praktik itu dilakukan tepat di pinggir jalan-jalan arteri.

Sederet aktivitas prostitusi liar yang tak lekang dimakan zaman, seperti di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Jalan Tubagus Angke dan Gang Royal, Tambora, barangkali sudah menjadi topik klasik.

Baru-baru ini, muncul lagi prostitusi sesama jenis (gay) di taman Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat. Dua orang pelaku prostitusi di lokasi tersebut pun sempat diamankan petugas.

Fenomena ini memunculkan sejumlah pertanyaan terkait fungsi sebenarnya ruang terbuka, efektifitas penertiban serta kontrol sosial, menyusul prostitusi dilakukan terang-terangan di ruang terbuka.

Lebih jauh, praktik gelap yang keras kepala itu masih mengiang di tengah penambahan RTH di wilayah Jakarta. Publik bertanya, apakah penambahan RTH menjadi kesempatan baru bagi oknum pelaku untuk ekspansi praktiknya?

Pertanyaan ini menjadi relevan mengingat penertiban prostitusi liar di satu lokasi, seperti Kalijodo, hanya akan membuat praktik itu "bergeser" mencari suaka baru.

Kilas balik

Ikhtiar pemberantasan prostitusi liar pernah dilakukan pada pertengahan 2025. Saat itu, ratusan personel Satpol PP Jakbar dikerahkan untuk menjaring pekerja seks komersial (PSK) ilegal yang beroperasi di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Jalan Tubagus Angke.

Elshinta Peduli

Lokasi itu sempat viral pada pertengahan 2024, lantaran ditemukannya kondom atau alat kontrasepsi yang berserakan di sepanjang RTH tersebut.

Penertiban dilakukan menjelang tengah malam, waktu para PSK beroperasi memburu pelanggan. Tidak butuh waktu lama, segera setelah tiba di lokasi, petugas menemukan sejumlah target.

Sejumlah PSK pun diamankan dan dimasukkan ke dalam mobil Satpol PP untuk dibawa ke kantor dinas sosial setempat.

Beberapa dari PSK yang dijaring sempat menangis histeris dan berusaha kabur dari penertiban petugas, namun akhirnya tetap berhasil diamankan.

"Saya sudah punya dua anak Pak, sudah punya anak," teriak seorang PSK yang kabur dan terjatuh di tengah lalu lintas Jalan Tubagus Angke.

Selain itu, lebih dari tiga tenda nonpermanen yang terbuat dari terpal dan sanggaan tongkat kayu juga berjejer di sepanjang RTH Tubagus Angke.

Tenda-tenda yang digunakan oleh para PSK untuk melayani para pelanggan itu hampir tidak terlihat pada malam hari, lantaran lampu jalan yang redup, ditambah dengan rimbunnya pepohonan RTH yang menyamarkan keberadaan tenda-tenda liar tersebut.

Tenda-tenda itu nampaknya cukup kuat, meskipun diterpa angin malam lantaran diikatkan pada pepohonan RTH.

Usai mengamankan para PSK, petugas membongkar tenda-tenda ruang prostitusi liar tersebut dan mengamankan terpalnya.

Semakin mendekati tengah malam, dengan kondisi kendaraan pengangkut yang masih lowong, penertiban PSK berlanjut ke area Gang Royal (perbatasan Jakarta Barat dan Jakarta Utara).

Lokasi itu merupakan lahan milik PT Kereta Api Indonesia (KAI). Prostitusi pun dilakukan pada lapak-lapak yang berada tepat di pinggir rel kereta api. Saat tiba di lokasi, petugas Satpol PP segera turun dari mobil keranjang dan menerjang para PSK yang tengah bersantai menunggu pelanggan.

Melihat kedatangan petugas, puluhan PSK berlari untuk kabur dari penertiban. Sebagian dari mereka berlarian tak tentu arah melewati rel kereta api, sebagian lagi berdesakan memasuki salah satu ruangan bagian tengah bangunan panjang di atas lahan milik PT KAI tersebut.

Ruangan itu tampaknya memiliki lantai bawah yang terhubung dengan pintu menuju Gang Royal, akses keluar para PSK untuk kabur dari petugas.

Dari roman wajah para PSK yang berdesakan memasuki ruangan tersebut, tampak mereka berusia remaja hingga lansia. Mereka pun kesal dengan sorotan kamera para awak media.

"Aduh, kenapa divideoin, kenapa divideoin," kata para PSK sambil menutup wajah mereka.

Beberapa PSK yang berhasil mencapai jalanan pun beramai-ramai melompati pagar untuk segera menjauh dari kejaran petugas.

Tidak hanya itu, sejumlah pria berpakaian sipil juga nampak berusaha melindungi para PSK dan mengarahkan mereka menuju akses keluar dari lokasi prostitusi di pinggir rel kereta tersebut.

Adu mulut antara pria-pria pelindung PSK dengan awak media pun sempat terjadi.

"Woe, kenapa divideoin. Hapus enggak videonya," kata salah satu pria dengan nada tinggi.

Seketika pria itu menjauh, bergabung bersama para PSK yang berusaha kabur dan seketika menghilang dari lokasi.

Tidak hanya para PSK, sejumlah pedagang kopi di depan bangunan prostitusi juga tampak cemas. Dengan cepat mereka mengemas barang dagangan mereka, lalu kabur bersama para PSK.

Rupanya aktivitas prostitusi di lokasi itu menggunakan kedok warung kopi untuk menyamarkan praktik gelap di dalamnya. Kedok klasik itu telah digunakan sebelum pembongkaran bangunan pada 2021, kemudian pembongkaran pada 2023, hingga kini, saat bangunan itu berdiri kembali.

Upaya penertiban yang sama juga dilakukan petugas, merespons viralnya prostitusi gay di taman Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat pada November lalu. Bedanya, semua oknum, termasuk dua orang yang diamankan berjenis kelamin pria.

Telisik

Ada beberapa faktor kunci yang perlu diperhatikan untuk menangani fenomena prostitusi di ruang terbuka ini. Pertama, permintaan yang tinggi akan PSK ilegal tentunya secara sistemik mendukung keberadaan mereka.

"Harga layanan" yang terjangkau serta akses yang mudah membuat para pelanggan berani mengambil risiko menggunakan jasa PSK di pinggir jalan raya. Sementara dari sisi PSK, kebutuhan ekonomi mendesak mereka untuk menabrak aturan dan menjajakan layanannya di ruang-ruang terbuka.

Bertemunya "permintaan dan penawaran" inilah yang membuat praktik prostitusi liar sulit diberantas, kendati oleh penertiban masif sekali pun. Jika satu lokasi ditutup, maka praktiknya hanya akan bergeser ke lokasi lain.

Dalam hal ini, penambahan RTH ditakutkan bakal menjadi penambahan ruang baru bagi praktik prostitusi.

Oleh karena itu, pengawasan petugas mesti diperketat. Pemasangan CCTV atau kamera pengawas di titik-titik rawan menjadi signifikan. Jika petugas tidak dapat berada di lokasi, khususnya pada malam hingga subuh, maka penggunaan CCTV menjadi solusi.

Selanjutnya adalah revitalisasi taman-taman agar tidak redup atau menjadi sasaran empuk praktik prostitusi. Revitalisasi, misalnya dengan melakukan pemangkasan pohon-pohon atau pembenahan lampu-lampu penerangan.

Kedua hal ini tampaknya sudah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui dinas-dinas terkait, seperti pemasangan 10 unit lampu penerang jalan umum (PJU) di taman Jalan Daan Mogot KM 12 serta pengadaan CCTV pada taman-taman baru.

Selain itu, tak dapat dipungkiri bahwa penertiban rutin adalah salah satu upaya terbaik yang dapat dilakukan pemerintah, saat ini. Tanpa penertiban, praktik prostitusi liar akan semakin menjadi-jadi dan meluas tidak terkontrol.

Lebih jauh lagi, masih dengan situasi yang sama, pembenahan ekonomi para oknum pelaku dapat menjadi solusi yang fundamental untuk membebaskan mereka dari praktik gelap itu.

Kendati solusi ini akan berhadapan dengan fakta klasik bahwa prostitusi tidak akan pernah hilang, fakta bahwa praktik prostitusi liar itu juga terjadi karena kondisi ekonomi tidak dapat dipungkiri.

Menjaring para PSK ke panti sosial, memberi mereka teguran hingga peringatan, sepertinya tidak memberi efek permanen. Pada titik ini, melibatkan mereka dalam aktivitas yang lebih positif hingga menjadi ruang ekonomi baru bagi mereka dinilai memberi dampak yang lebih nyata.

Bergeser ke sisi para pelanggan, bahaya yang ditimbulkan dengan menggunakan layanan prostitusi liar mesti direnungkan. Risiko terkena penyakit menular seksual, seperti HIV/AIDS tidaklah dapat dipungkiri. Belum lagi risiko penyakit itu menyebar ke dalam keluarga.

Masyarakat pun diminta untuk lebih peduli dengan bahaya praktik ini. Jika menemukan praktik itu, cukup lapor ke kanal Cepat Respons Masyarakat (CRM) atau kanal-kanal aduan lainnya. Sisanya, kita serahkan kepada petugas.

Tags:    
Elshinta Peduli

Similar News