China kecam keras wacana Jepang punya senjata nuklir
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing, Senin (22/12/2025). (ANTARA/Desca Lidya Natalia)
Pemerintah China menegaskan kembali penolakannya soal usulan kemungkinan Jepang dapat memiliki senjata nuklir lagi.
"China dan semua negara pencinta damai di dunia berada dalam keadaan siaga tinggi dan dengan tegas menentang kecenderungan berbahaya yang ditunjukkan Jepang dalam isu senjata nuklir, dan sangat mendesak Jepang untuk mematuhi hukum internasional dan konstitusinya," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing, Senin (22/12).
Pasca Perang Dunia II, konstitusi Jepang mempertahankan kontrol ketat atas operasi militer. Jepang juga menerapkan "Prinsip Non-Nuklir Tiga" (Three Non-Nuclear Principles) adalah kebijakan nuklir Jepang yang terdiri dari tiga prinsip: tidak memiliki, tidak memproduksi, dan tidak mengizinkan senjata nuklir berada di wilayah Jepang sejak 1967.
Sebelumnya Menteri Pertahanan Jepang Shinjiro Koizumi membuka kemungkinan Jepang meninjau kembali prinsip-prinsip non-nuklirnya di masa depan dengan menyampaikan "Untuk melindungi kehidupan damai masyarakat, wajar jika kita mempertimbangkan berbagai opsi tanpa mengesampingkan pilihan apa pun,".
Pernyataan itu menyusul ucapan Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi pada 7 November 2025 yang mengatakan penggunaan kekuatan militer China terhadap Taiwan, dapat "menimbulkan situasi yang mengancam kelangsungan hidup bagi Jepang" yang dipahami bahwa pemerintah Jepang mengizinkan Pasukan Bela Diri bertindak untuk mendukung Taiwan jika China memberlakukan blokade maritim terhadap Taiwan atau melakukan bentuk tekanan lainnya.
"Kami minta agar Jepang menghentikan langkah-langkah yang berani dan provokatif menuju kepemilikan senjata nuklir. Jepang tidak boleh berusaha menantang tatanan internasional pascaperang dan berhenti terjerumus lebih jauh ke jalan yang salah," tambah Guo Jiakun.
"Hukum internasional jelas menetapkan, Jepang harus sepenuhnya dilucuti senjatanya dan tidak boleh mempertahankan industri-industri yang memungkinkannya untuk mempersenjatai diri kembali untuk perang," tambah Lin Jian.
Sebagai negara non-senjata nuklir yang terikat pada Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir, Lin Jian mengatakan Jepang harus sepenuhnya mematuhi ketentuan "tidak menerima, memproduksi, memperoleh, atau mentransfer senjata nuklir" sebagai kewajiban yang tidak dapat dinegosiasikan berdasarkan hukum internasional yang harus dipenuhi Jepang serta tidak boleh digunakan sebagai alat tawar-menawar untuk keuntungan politik.
"Upaya Jepang untuk memiliki senjata nuklir sangat menantang otoritas dan efektivitas Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir, berisiko merusak upaya negara-negara dalam menegakkan rezim non-proliferasi nuklir internasional, dan menyabotase perdamaian dan stabilitas yang telah susah payah diraih setelah Perang Dunia II," tambah Lin Jian.
Ketiga, Lin Jian menyebut ambisi kekuatan sayap kanan Jepang cukup jelas agar Jepang memiliki senjata nuklir.
"Mantan pemimpin politik Jepang mengklaim Jepang mampu memproduksi senjata nuklir. Jepang telah lama memproduksi dan memiliki cadangan plutonium jauh melebihi kebutuhan untuk program tenaga nuklir sipil, artinya Jepang adalah negara tanpa senjata nuklir yang mampu memproduksi plutonium untuk menjadi senjata," ungkap Lin Jian.
Jika Jepang terus menantang hukum internasional serta menguji batas toleransi komunitas internasional, Lin Jian menyebut, respons China akan berupa penolakan tegas.
"Selama bertahun-tahun, kekuatan sayap kanan Jepang telah memajukan pembangunan militer Jepang. Pernyataan terbaru dari pejabat senior Kantor Perdana Menteri Jepang tentang 'kepemilikan senjata nuklir' adalah contoh bagaimana kekuatan sayap kanan Jepang mencoba untuk 'memiliterisasi kembali' dan 'mempersenjatai kembali' Jepang," jelas Lin Jian.
Hal tersebut, ungkap Lin Jian, pun menjelaskan mengapa PM Takaichi dapat membuat pernyataan yang keliru dan berbahaya mengenai Taiwan pada 7 November 2025.
"Beberapa kekuatan di Jepang tidak hanya gagal merefleksikan sejarah agresi Jepang, tapi juga sangat tidak senang dengan pengaturan internasional pascaperang. Jika kekuatan sayap kanan di Jepang dibiarkan bebas mengembangkan senjata ofensif yang canggih atau bahkan memiliki senjata nuklir, hal itu akan kembali membawa bencana bagi dunia," tegas Lin Jian.
Atas pernyataan PM Takaichi pada 7 November lalu, China sudah melakukan sejumlah tindakan balasan antara lain dengan menangguhkan kembali impor produk laut Jepang, memutus pertemuan pejabat tinggi pemerintah, menyarankan warganya untuk tidak bepergian maupun belajar di Jepang, menghentikan rilis film Jepang, hingga berjanji untuk membalas dengan tegas jika Tokyo terlibat secara militer dalam urusan Taiwan.
Selain itu, dua jet tempur J-15 Angkatan Laut China dua kali mengunci radar mereka secara bergantian ke pesawat F-15 Pasukan Bela Diri Udara Jepang (ASDF) di atas laut lepas di sebelah tenggara Okinawa pada Sabtu (6/12). Tindakan tersebut juga memicu protes dari Jepang.


