Kesepakatan terakhir KTT Iklim dinilai belum memadai
Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-30 (COP30) di Belem, Brasil, Sabtu (22/11/2025). ANTARA/Anadolu/aa.
Para delegasi di COP30, konferensi perubahan iklim PBB tahun ini, telah mencapai kesepakatan akhir konferensi, namun kesepakatan tersebut masih jauh dari harapan tinggi banyak delegasi, LSM, dan kelompok lingkungan, menurut laporan media, Minggu (23/11).
Meskipun lebih dari 80 negara yang bertemu di Belem, Brasil, menyerukan peta jalan global untuk menghapuskan bahan bakar fosil -- pendorong utama perubahan iklim akibat manusia -- tidak ada usulan semacam itu yang dimasukkan dalam naskah akhir.
Meskipun konferensi diadakan di tempat yang disebut "gerbang Amazon", kesepakatan tersebut gagal memperkenalkan langkah-langkah baru yang signifikan untuk menghentikan deforestasi dan melindungi hutan hujan Amazon, yang sering disebut "paru-paru planet ini."
"Lokasi yang terbakar menjadi metafora yang tepat untuk menggambarkan kegagalan COP30 yang sangat besar dalam mengambil tindakan konkret untuk menerapkan penghapusan bahan bakar fosil yang didanai dan adil," kata Jean Su kepada jaringan televisi AS, ABC.
Jean Su adalah direktur keadilan energi di Center for Biological Diversity, di mana dia merujuk pada kebakaran yang terjadi pada Kamis (20/11) di lokasi konferensi.
"Negosiasi ini terus menemui jalan buntu karena negara-negara kaya yang mengeruk keuntungan dari bahan bakar fosil yang berpolusi gagal menawarkan dukungan finansial yang dibutuhkan kepada negara-negara berkembang dan komitmen yang berarti untuk bergerak lebih dulu," tambahnya.
Menyadari rasa frustrasi beberapa delegasi dan kelompok lingkungan atas ketiadaan peta jalan mengenai deforestasi dan bahan bakar fosil, Presiden COP30 Andre Correa do Lago mengatakan menjelang akhir konferensi bahwa dia akan menggunakan wewenang posisinya untuk menyusun peta jalan tersebut sendiri.
Namun, peta jalan itu tidak mengikat karena tidak tercantum dalam perjanjian yang disetujui dan tidak didukung oleh seluruh 195 negara.
World Resources Institute, sebuah organisasi penelitian lingkungan yang berpartisipasi dalam COP30, menyatakan bahwa meskipun konferensi yang berlangsung hampir dua minggu tersebut mencatat beberapa keberhasilan penting, pada akhirnya konferensi tersebut gagal memenuhi harapan banyak delegasi dan advokat.
"COP30 menghasilkan terobosan untuk melipatgandakan pendanaan adaptasi, melindungi hutan dunia, dan mengangkat suara masyarakat adat yang belum pernah terjadi sebelumnya," ujar Ani Dasgupta, presiden kelompok tersebut, kepada ABC.
"Ini menunjukkan bahwa bahkan di tengah latar belakang geopolitik yang menantang, kerja sama iklim internasional tetap dapat membuahkan hasil," katanya.
Sumber: Anadolu