Dugaan Pertalite bermasalah : Antara fakta teknis dan permainan isu politik
Salamudin Daeng, Direktur Asosiasi Ekonom Politik Indonesa (AEPI)
Beberapa waktu terakhir, publik kembali digemparkan oleh kabar dugaan BBM Pertalite bermasalah yang beredar di sejumlah kabupaten/kota di Jawa Timur. Berbagai keluhan pengguna motor yang merasa kendaraannya ngempos atau sulit dinyalakan dan lemah tarikan setelah mengisi BBM Pertalite di SPBU tertentu segera menjadi viral. Dan hal ini memunculkan spekulasi liar: benarkah Pertamina menjual BBM bermasalah? Benarkah BBM impor yang menjadi penyebabnya?
Direktur Asosiasi Ekonom Politik Indonesa (AEPI), Salamudin Daeng, memberikan pengamatannya terkait hal ini. Menurutnya, fenomena ini tidak menunjukkan pola kerusakan sistemik. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa dugaan BBM bermasalah hanya terjadi di sebagian kecil wilayah dan tidak di semua SPBU di kabupaten/kota yang sama. Bahkan, tidak semua kendaraan yang mengisi di SPBU tersebut mengalami gangguan. Ini menunjukkan bahwa secara teknis, tidak ada bukti kuat bahwa pasokan BBM secara nasional bermasalah, apalagi jika dikaitkan dengan sumber impor.
Menurut Salamudin Daeng, jika memang BBM impor bermasalah sejak dari hulunya, maka gangguan serupa pasti akan terjadi secara meluas di berbagai provinsi, mengingat distribusi BBM Pertalite bersifat nasional dan sistem rantai pasok Pertamina sangat terintegrasi. Fakta bahwa gangguan hanya muncul di titik-titik terbatas memperlihatkan bahwa masalah yang terjadi bersifat lokal, kemungkinan besar terkait proses penyimpanan, transportasi, atau kontaminasi di tingkat SPBU tertentu dan bukan pada produk BBM itu sendiri.
Kekhawatiran bahwa kasus ini berpotensi dipelintir menjadi isu politik dan ekonomi yang lebih besar, bisa jadi ada. "Bisa jadi ada upaya sistematis dari pihak tertentu untuk mengangkat kasus teknis lokal ini seolah-olah menjadi bukti bahwa Pertamina gagal mengelola impor BBM atau bahkan menyalurkan produk yang tidak layak, ini jelas berlebihan dan sarat motif,” kata Salamudin Daeng dalam keterangan tertulis yang diterima Radio Elshinta, Rabu (5/11/2025).
Salamudin mengingatkan kita tidak bisa menutup mata bahwa Pertamina adalah entitas strategis nasional. “Dalam konteks politik ekonomi energi, setiap langkah perusahaan ini -mulai dari kebijakan impor, subsidi, hingga harga jual-selalu bersinggungan dengan kepentingan besar, baik dari kelompok politik domestik maupun korporasi asing yang ingin mengambil bagian dalam bisnis energi di Indonesia,” tambahnya.
Maka, tidak mengherankan bila kasus semacam ini kadang dimanfaatkan sebagai alat tekanan atau balas dendam politik, terutama ketika ada keputusan atau kebijakan Pertamina yang tidak sejalan dengan kepentingan kelompok tertentu.
Pemerhati masalah energi ini menduga, isu Pertalite bermasalah bukan semata-mata soal kualitas BBM, tetapi juga bisa dibaca sebagai manuver politik-ekonomi. Bisa mungkin ada pihak yang ingin membangun persepsi negatif terhadap Pertamina, menggiring opini publik agar mempertanyakan kredibilitas BUMN energi ini, bahkan menimbulkan keraguan terhadap kemampuan negara mengelola sektor strategisnya sendiri.
Salamudin berharap publik perlu tetap rasional. Kritik dan pengawasan terhadap Pertamina tentu perlu, namun harus berbasis data dan bukti teknis, bukan asumsi atau sentimen politik. Jangan sampai kegaduhan ini justru menguntungkan pihak-pihak yang selama ini ingin melemahkan posisi Pertamina di pasar energi nasional.
"Saya berpandangan bahwa fokus penyelesaian kasus ini harus pada audit teknis yang transparan, melibatkan lembaga independen seperti Badan Standardisasi Nasional (BSN) atau lembaga riset energi, untuk memastikan sumber masalahnya. Pertamina pun perlu proaktif menjelaskan rantai distribusi dan hasil uji laboratorium secara terbuka kepada public,” katanya.
Pada akhirnya, kejadian di Jawa Timur perlu jadi pelajaran penting bahwa dalam sektor energi, setiap persoalan teknis bisa dengan cepat berubah menjadi isu politik, terutama bila menyangkut pemain sebesar Pertamina. Masyarakat perlu cerdas memilah mana fakta, mana opini, dan mana narasi yang sengaja digoreng untuk kepentingan tertentu. (Vit/Ter)