Hari Pangan Sedunia, Bergandengan Tangan Membangun Pangan

Update: 2025-10-15 23:51 GMT

Petani membawa hasil panen saat mengikuti tradisi Ngaruwat Bumi di Padarincang, Kabupaten Serang, Banten, Rabu (15/10/2025). Gabungan kelompok tani di daerah itu melaksanakan tradisi Ngaruwat Bumi atau syukuran hasil panen dalam rangka memperingati Hari Pangan Sedunia dan sebagai wujud sistem ketahanan pangan di pedesaan. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/nym.

Hari Pangan Sedunia (World Food Day) diperingati setiap 16 Oktober seiring berdirinya Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO) yang didirikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1945. Perayaan ini menjadi momentum global untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pangan, ketahanan gizi, dan kerja sama lintas negara dalam menghadapi tantangan kelaparan dan krisis pangan.

Sejarah peringatan Hari Pangan Sedunia dimulai pada November 1976, ketika Konferensi FAO ke-20 di Roma menghasilkan Resolusi No. 179 tentang World Food Day, yang kemudian disepakati oleh 147 negara anggota, termasuk Indonesia.

Sejak 1981, peringatan ini diperingati setiap tahun pada 16 Oktober dengan tema yang berbeda-beda, menyoroti aspek penting pangan yang memerlukan perhatian global.

Tujuan utama dari peringatan Hari Pangan Sedunia mencakup lima hal pokok yaitu upaya memberantas kelaparan sebagai hak dasar manusia; menjamin ketahanan pangan melalui peningkatan ketersediaan, akses, dan stabilitas pasokan; mengatasi malnutrisi secara global; mendorong produktivitas pertanian dengan praktik berkelanjutan; serta membangun sistem pangan yang ramah lingkungan dan tangguh menghadapi krisis.

Tema Hari Pangan Sedunia 2025 adalah “Bergandengan Tangan untuk Pangan yang Lebih Baik dan Masa Depan yang Lebih Baik.”

Tema ini menegaskan pentingnya kolaborasi global untuk menciptakan sistem pangan berkelanjutan dan menjamin akses terhadap pangan sehat dan bergizi bagi semua orang. Tahun ini juga bertepatan dengan perayaan 80 tahun FAO, yang menjadi refleksi atas perjalanan panjang organisasi tersebut dalam inovasi menjaga ketahanan pangan dunia.

Ada empat pesan penting yang terkandung dalam tema tahun ini antara lain:

Pertama, kerja sama global adalah kunci. Upaya mencapai ketahanan pangan tidak dapat dilakukan secara terpisah; pemerintah, sektor swasta, akademisi, masyarakat sipil, dan lembaga internasional harus saling bergandengan tangan.

Kedua, membangun sistem pangan berkelanjutan menjadi prioritas untuk memastikan ketersediaan pangan yang aman dan bergizi di masa depan.

Ketiga, setiap orang berhak atas akses terhadap pangan sehat dan bergizi sebagai fondasi kualitas hidup.

Keempat, momentum perayaan 80 tahun FAO menjadi simbol konsistensi dan komitmen dunia dalam melawan kelaparan dan malnutrisi.

Bergandengan tangan

“Bergandengan tangan” adalah idiom yang bermakna bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.

Dalam konteks hak atas pangan, hal ini merefleksikan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak lain untuk menjamin akses pangan yang adil, berkelanjutan, dan merata.

Namun, mewujudkan kolaborasi semacam ini bukan tanpa tantangan. Koordinasi antarnegara, perbedaan prioritas kebijakan, kesenjangan sumber daya, risiko perubahan iklim dan bencana, serta isu keadilan akses merupakan sejumlah tantangan yang perlu dikelola bersama.

Apabila tantangan tersebut dapat diatasi melalui kolaborasi yang kuat, manfaat yang diperoleh akan sangat signifikan.

Produksi pangan dapat ditingkatkan untuk mengurangi kelaparan, kemiskinan akan menurun karena pembangunan pangan menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat, serta kestabilan global akan terjaga melalui pengurangan konflik akibat perebutan sumber daya.

Lebih jauh lagi, pembangunan berkelanjutan dapat diwujudkan melalui inovasi teknologi pertanian dan pengelolaan lingkungan yang lebih baik.

Kondisi saat ini menunjukkan bahwa krisis pangan global belum sepenuhnya teratasi. Laporan The State of Food Security and Nutrition in the World 2024 yang dirilis FAO memperkirakan sekitar 735 juta orang masih hidup dalam kondisi kelaparan kronis, dan lebih dari 2 miliar orang mengalami kekurangan gizi mikro.

Perubahan iklim, konflik geopolitik, pandemi, dan krisis ekonomi global memperburuk situasi. Ketergantungan pada impor bahan pangan di banyak negara berkembang membuat mereka rentan terhadap fluktuasi harga dan gangguan rantai pasok.

Indonesia sebagai negara agraris juga terus melakukan berbagai terobosan strategis untuk memperkuat ketahanan pangan nasional. Di antaranya, pengembangan sistem akuaponik yang menggabungkan akuakultur dan hidroponik, mampu menghemat air hingga 90 persen sekaligus meningkatkan produktivitas lahan.

Program food estate dijalankan melalui pembukaan lahan pertanian berskala besar untuk mengurangi ketergantungan impor, dengan target perluasan area tanam hingga empat juta hektare pada 2029. Modernisasi pertanian juga digencarkan melalui pemanfaatan teknologi digital, mekanisasi, dan inovasi pangan terpadu.

Selain itu, pemerintah membangun infrastruktur penunjang seperti irigasi, jalan desa, jaringan listrik, dan internet untuk memperkuat basis produksi di pedesaan. Ketahanan pangan lokal pun diperkuat melalui pengembangan pertanian organik dan lumbung pangan desa yang berbasis pada potensi wilayah.

Dukungan pembiayaan pun disediakan melalui kemudahan akses modal usaha bagi petani melalui lembaga keuangan. Upaya pemberdayaan petani perempuan juga menjadi fokus, mengingat peran perempuan sangat penting dalam rantai pasok pangan mulai dari produksi hingga distribusi rumah tangga.

Sementara itu, peran konsumen juga tak kalah penting. Pola konsumsi yang berlebihan dan tidak berkelanjutan menjadi salah satu penyebab ketimpangan pangan. Kampanye pengurangan limbah makanan (food waste) perlu digencarkan, mengingat setiap tahun sekitar 1,3 miliar ton makanan terbuang di seluruh dunia.

Di Indonesia sendiri, angka food loss and waste mencapai lebih dari 23 juta ton per tahun, cukup untuk memberi makan jutaan orang yang masih hidup dalam kemiskinan. Peringatan Hari Pangan Sedunia 2025 menjadi refleksi penting bahwa persoalan pangan bukan hanya soal produksi, tetapi juga soal keadilan, akses, dan keberlanjutan.

Dunia membutuhkan kolaborasi lintas batas, kemauan politik yang kuat, dan inovasi yang berpihak pada manusia dan lingkungan. Pangan bukan sekadar kebutuhan dasar, tetapi juga instrumen pembangunan ekonomi, stabilitas sosial, dan perdamaian global.

Dengan bergandengan tangan, bangsa ini tidak hanya memastikan pangan hari ini, tetapi juga masa depan yang lebih sehat, adil, dan berkelanjutan bagi generasi mendatang. Tantangan masih besar, tapi sejarah menunjukkan bahwa ketika dunia bersatu melawan kelaparan, perubahan nyata pun dapat terwujud.

Ini saatnya menyadari bahwa peringatan Hari Pangan Sedunia bukan sekadar seremonial tahunan, tetapi panggilan moral untuk bertindak bersama demi dunia tanpa kelaparan.

Similar News