Jelang aksi 17+8, mahasiswa diminta tetap tertib
Menjelang rencana aksi unjuk rasa menyuarakan tuntutan 17+8 pada Oktober 2025, muncul peringatan mengenai potensi penyusupan dari kelompok anarko.
Radio Elshinta/ Rizky Rian Saputra
Menjelang rencana aksi unjuk rasa menyuarakan tuntutan 17+8 pada Oktober 2025, muncul peringatan mengenai potensi penyusupan dari kelompok anarko. Kelompok ini sebelumnya terpantau ikut serta dalam demonstrasi di depan Gedung DPR RI pada 25 dan 28 Agustus lalu, yang berujung ricuh dan berakhir dengan tindakan anarkis.
Aktivis mahasiswa di Jakarta mengingatkan agar seluruh peserta aksi, baik mahasiswa, buruh, maupun masyarakat sipil, tetap menjaga ketertiban dan mengutamakan keselamatan. Menurut mereka, demonstrasi adalah hak warga negara yang dilindungi undang-undang, namun harus dijalankan sesuai aturan agar tidak memicu kericuhan.
“Pemerintah memang memberi ruang untuk aksi, tapi jangan sampai dimanfaatkan pihak yang ingin memicu kekacauan. Mahasiswa, buruh, dan masyarakat perlu waspada terhadap kemungkinan adanya penyusup, khususnya kelompok anarko,” ujar salah satu aktivis mahasiswa Jakarta, Sabtu (4/10/2025).
Ia menjelaskan, tuntutan 17+8 yang digagas oleh elemen mahasiswa, buruh, dan masyarakat sipil ditujukan untuk kepentingan jangka pendek maupun jangka panjang. Sasaran tuntutan ini meliputi Presiden Prabowo Subianto, DPR RI, pimpinan partai politik, kepolisian, TNI, hingga jajaran menteri bidang ekonomi. Karena itu, ia menegaskan bahwa substansi perjuangan jangan sampai ternodai oleh tindakan anarkis yang merugikan.
Harapannya, unjuk rasa dapat berlangsung aman, tertib, dan kondusif sehingga pesan yang disampaikan benar-benar sampai kepada pengambil kebijakan tanpa mengganggu ketertiban umum.
Sebagai catatan, anarko sindikalisme merupakan paham yang berkembang di luar negeri terkait kebebasan pekerja untuk mengatur dirinya sendiri tanpa campur tangan otoritas. Ideologi ini telah lama tumbuh di Rusia serta sejumlah negara Amerika Selatan, dan dalam beberapa tahun terakhir mulai berkembang di Indonesia.
“Kelompok anarko seringkali menumpang dalam gerakan massa untuk memanfaatkan momentum. Mahasiswa, buruh, dan masyarakat sudah cukup cerdas untuk tidak terprovokasi oleh mereka,” pungkasnya.
(Rizky Rian Saputra)