Lambannya implementasi UU PDP, Dr.Pratama Persadha: Perlindungan belum nyata

Update: 2025-10-25 10:40 GMT

Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Dr. Pratama Persadha

Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Dr. Pratama Persadha, menyoroti belum adanya langkah konkret Pemerintah dalam mengimplementasikan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), meski masa transisi dua tahun sejak pengesahannya telah berakhir. Menurutnya, regulasi yang seharusnya menjadi tonggak penting perlindungan privasi digital warga negara itu justru kehilangan daya karena tidak disertai tindakan nyata.

“Sudah setahun masa transisi berakhir, tapi kita belum melihat adanya lembaga pelaksana. Padahal amanat undang-undangnya jelas. Tanpa pelaksanaan konkret dan lembaga pengawas yang kuat, UU PDP hanya akan menjadi simbol tanpa makna,” ujar Pratama, dalam keterangan tertulis yang diterima Elshinta, Jumat (25/10/2025)

Ia menilai, dalam satu tahun terakhir masyarakat justru semakin rentan menjadi korban kejahatan digital, mulai dari kebocoran data di sektor publik dan swasta, penipuan online, hingga praktik judi daring yang memanfaatkan data pribadi warga. Menurutnya, situasi ini menunjukkan lemahnya tata kelola data nasional sekaligus absennya perlindungan nyata dari negara.

“Data pribadi warga kini menjadi komoditas ilegal di ruang siber. Ketika tidak ada lembaga yang benar-benar berfungsi mengawasi dan menindak, para pelaku penyalahgunaan data akan terus leluasa beroperasi,” tegasnya.

Pratama menekankan bahwa pembentukan Badan Pelindungan Data Pribadi (Badan PDP) merupakan langkah mendesak yang tidak bisa lagi ditunda. Lembaga ini seharusnya sudah berdiri menjalankan mandat UU PDP dan memastikan kepatuhan lembaga serta perusahaan terhadap prinsip perlindungan data. Namun, katanya, hingga kini pembentukannya belum dilakukan oleh Presiden, sementara Peraturan Pemerintah (PP) PDP sebagai dasar teknis pelaksanaan juga belum diterbitkan.

“Tanpa Badan PDP dan PP PDP, tidak ada kejelasan dalam mekanisme penegakan hukum, tata kelola data, maupun sanksi bagi pelanggar. Regulasi yang seharusnya memberi rasa aman, justru belum bisa dieksekusi,” tambah mantan pejabat Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Ia mengingatkan, bertepatan dengan satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo-Gibran, publik berharap adanya langkah nyata dari Pemerintah dalam memperkuat perlindungan data pribadi. Penundaan pembentukan Badan PDP, bisa menimbulkan persepsi bahwa pemerintah abai terhadap amanat undang-undang dan menggerus kepercayaan publik.

“Pembentukan Badan PDP adalah kewajiban hukum yang dibebankan langsung kepada Presiden. Keterlambatan ini bisa dianggap sebagai bentuk kelalaian terhadap amanat undang-undang,” kata Pratama.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa lembaga ini harus dibangun secara independen, kuat, dan bebas dari intervensi politik. Pemimpin Badan PDP juga harus dipilih berdasarkan kompetensi, bukan kedekatan politik. “Pemimpin Badan PDP nanti harus paham soal keamanan siber, privasi digital, dan tata kelola data lintas sektor. Tanpa keahlian dan integritas, lembaga ini hanya akan menjadi simbol administratif,” ucapnya.

Pratama juga mengingatkan bahwa perlindungan data bukan sekadar isu hukum, tetapi juga isu kedaulatan digital dan ekonomi nasional. Ia mencontohkan, kebocoran data dari platform e-commerce, layanan publik, maupun lembaga keuangan telah menyebabkan krisis kepercayaan terhadap sistem digital nasional.

“Kalau Pemerintah ingin memastikan transformasi digital berjalan aman dan berkelanjutan, percepatan implementasi UU PDP dan pembentukan Badan PDP harus menjadi prioritas utama,” tegasnya.

Menurutnya, banyak negara sudah bergerak jauh lebih cepat dalam membangun sistem perlindungan data, seperti Uni Eropa dengan General Data Protection Regulation (GDPR) atau Singapura dengan Personal Data Protection Act (PDPA). Maka, Indonesia, kata Pratama, tidak boleh terus tertinggal.

“UU PDP adalah pijakan hukum yang kuat. Tapi tanpa implementasi dan lembaga pelaksana yang berdaya, regulasi ini tidak akan hidup. Pemerintah harus menunjukkan bahwa perlindungan data pribadi adalah tanggung jawab negara dalam menjaga martabat dan keamanan rakyatnya di era digital,” tutup Pratama Persadha. (Vit/Ter)

Similar News