Lindungi perempuan, penanganan bencana diminta jangan netral gender
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memandang bahwa penanganan bencana tidak boleh netral gender sehingga menempatkan perempuan dan kelompok rentan dalam situasi risiko yang berlapis.
"Meningkatnya frekuensi dan dampak bencana di Indonesia telah menempatkan perempuan dan kelompok rentan dalam situasi risiko berlapis. Penanganan bencana tidak boleh netral gender dan tidak boleh mengabaikan keselamatan serta martabat perempuan," kata Wakil Ketua Komnas Perempuan Dahlia Madanih dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Hal ini dikatakannya saat kunjungan kerja ke Sumatra Barat dalam rangka "Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan".
Dalam kunjungan tersebut, Komnas Perempuan melakukan konsultasi dengan lebih dari 56 peserta yang terdiri dari perwakilan pemerintah, organisasi perempuan, lembaga bantuan hukum, organisasi disabilitas, lembaga berbasis keagamaan, dan akademisi.
"Konsultasi ini sebagai langkah Komnas Perempuan mendapatkan informasi mengenai kondisi perempuan dan kelompok rentan lainnya dalam situasi bencana di Sumatra Barat, serta identifikasi dukungan Komnas Perempuan di tingkat nasional untuk penanganan bencana di Sumatra Barat," kata Dahlia Madanih.
Komnas Perempuan mencatat bahwa di Sumatra Barat, indikasi darurat bencana seharusnya bisa diprediksi lebih awal. Data menunjukkan peningkatan signifikan kejadian bencana di Sumatra Barat, antara lain banjir yang meningkat dari 53 peristiwa pada 2020 menjadi 75 peristiwa banjir di tahun 2025.
Peningkatan ini juga terjadi pada kebakaran hutan, penyusutan luas hutan, dan perluasan alih fungsi lahan.
"Kondisi ini memperlihatkan buruknya mitigasi dan kesiapsiagaan yang seharusnya dapat diprediksi lebih awal oleh pemerintah pusat dan daerah," kata Dahlia Madanih.

