Mencermati pengajuan Amicus Curiae dalam sidang praperadilan Nadiem Makarim
Nadiem Makarim, tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Chrome Book di Kemendikbudristek
Saut Situmorang, menilai pengajuan Amicus Curiae oleh 12 tokoh antikorupsi dalam sidang praperadilan mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim merupakan bentuk tantangan terhadap nilai keadilan dan sistem hukum yang berlaku.
Dalam wawancara bersama Radio Elshinta, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015–2019 menjelaskan bahwa fenomena Amicus Curiae atau sahabat pengadilan, dapat dimaknai sebagai bagian dari wisdom crowd atau kebijaksanaan publik yang ingin ikut menegaskan nilai kebenaran dan keadilan.
“Amicus bagian dari wisdom crowd. Mereka bukan bicara soal pribadi, tapi soal nilai, tentang keadilan, kebenaran, dan kejujuran dalam sistem hukum,” ujar Saut kepada anchor Eka Kurniasari, Selasa (7/10/2025).
Menurutnya, keterlibatan publik dalam bentuk seperti ini sebenarnya wajar selama bertujuan menjaga nilai-nilai keadilan. Ia menegaskan bahwa 12 tokoh tersebut menyampaikan pandangan tentang adanya keraguan terhadap proses penegakan hukum dalam kasus yang menjerat mantan Menteri Nadiem.
“Kalau 12 orang yang merasa ada sesuatu yang tidak sesuai dengan reasonable suspicion, itu bagian dari tantangan publik terhadap sistem hukum. Tapi keputusan tetap di tangan hakim,” jelasnya.
Saut juga menyoroti pentingnya integritas penegak hukum dalam merespons partisipasi publik seperti ini. Ia menilai, di tengah tingkat persepsi korupsi Indonesia yang masih rendah, partisipasi masyarakat menjadi penyeimbang agar proses hukum tetap transparan.
Meski demikian, Saut mengingatkan bahwa regulasi terkait mekanisme Amicus Curiae belum diatur secara eksplisit dalam sistem peradilan Indonesia. Ia mencontohkan bahwa praktik serupa pernah terjadi dalam kasus Richard Eliezer alias Bharada E, saat itu publik turut memberikan pandangan moral terhadap proses peradilan dalam kasus meninggalnya Brigadir Joshua.
“Secara akademik, nilai itu ada. Tapi dalam KUHAP atau sistem peradilan kita, saya belum melihat aturan tertulis yang secara jelas mengatur soal amicus curiae,” kata Saut.
Menurutnya, keputusan akhir tetap berada di tangan hakim yang menilai berdasarkan nurani dan fakta hukum di persidangan.
Saut menilai bahwa fenomena Amicus Curiae menjadi pengingat pentingnya sistem nilai dalam hukum. Penegakan hukum tidak hanya soal aturan tertulis, tetapi juga tentang keadilan substantif.
Penulis: Dedy Ramadhany/Ter