Menemukan Shanghai tempo dulu di Jakarta Pusat

Update: 2025-10-16 01:33 GMT

Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan pelabuhan bersejarah yang menjadi cikal bakal terbentuknya Kota Jakarta. Pelabuhan yang terletak di Jakarta Utara tersebut adalah salah satu pelabuhan tertua di Indonesia yang masih aktif hingga sekarang.

Pelabuhan tersebut berkembang menjadi salah satu pelabuhan penting di Pulau Jawa mengingat lokasinya yang strategis.

Selain pedagang dari berbagai daerah di Nusantara yang berdagang di pelabuhan ini, juga banyak pedagang asing yang berlabuh di sana, seperti pedagang dari Tiongkok, Arab, India, Inggris dan Portugis. Mereka menggunakan jalur pelayaran tersebut sekaligus singgah di wilayah yang pernah berubah nama menjadi Jayakarta dan Batavia tersebut.

Dari sinilah awal mula seorang perantau asal Tiongkok daratan Chan Mo Sang menapaki jejaknya di Jakarta. Di awal 1920-an, ia yang kerap disebut sebagai Babah Chan itu mendirikan sebuah warung kecil di sana. Ramainya pelaut dari berbagai negara yang hilir mudik di sana membuat warung Babah Chan semakin laris.

Warung sederhana yang kala itu hanya berdinding papan itu tak pernah sepi pembeli. Bahkan, babah pun kemudian membuka jasa mencuci pakaian hingga potong rambut bagi para pelaut yang telah berlayar selama berbulan-bulan tersebut.

Dari tangan keduanya, lahirlah masakan yang memadukan dua cita rasa oriental dan Betawi. Salah satunya adalah Bihun Lada hitam, masakan yang saat itu sangat legendaris dan disukai banyak pelanggannya.

Sebenarnya, saat itu warung kecil babah bukanlah sekadar warung singgah lantaran menjadi satu-satunya warung di sana. Konon, warung tersebut akhirnya berkembang pesat dan berubah wajah menjadi sebuah restoran yang juga pernah disinggahi oleh Anna May Wong, seorang artis Asia pertama di Hollywood, ,untuk menikmati masakan di sana saat kapal singgah di Batavia.

Seratus tahun kemudian, kenangan itu dihidupkan kembali di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, lewat restoran Shanghai Blue 1920. Di restoran ini setiap sudut ruangannya seakan membuat para tamu bernostalgia dengan kisah-kisah yang pernah ada di pelabuhan tua tersebut.

Bila biasanya masyarakat Jakarta menjelajahi kawasan Jakarta Utara untuk menyelami sejarah Batavia, kini nuansa itu bisa ditemukan juga di Jakarta Pusat. Restoran yang berlokasi di Jalan Kebon Sirih ini mengadopsi hampir seluruh konsep dan suasana dari warung asli di Pelabuhan Sunda Kelapa.

Desain interiornya menghadirkan kembali nuansa Shanghai era 1920-an, terasa melalui detail ruangannya yang didominasi material kayu dan papan, menciptakan sensasi seolah berada di dalam kabin sebuah kapal laut klasik.

Kehadiran kursi art deco bermotif bunga, rotan khas Betawi, sempoa yang merupakan alat hitung tradisional masyarakat Tiongkok, foto-foto perempuan Tionghoa bergaya klasik, serta berbagai alat musik asli seperti saxophone dan alat musik lain yang dibawa langsung dari warung Babah Chan saat itu seakan membuat setiap sudutnya terasa hidup dan bercerita dari masa lalu.

“Kami ingin membawa kembali suasana dan cita rasa yang dulu pernah hidup di Pelabuhan Sunda Kelapa,” ujar Julie Nursanty, manajer restoran.

Nasi bebek peking

Menu andalan di restoran ini pun masih setia menjaga jejak sejarah. Nasi bebek peking yang disajikan bergaya Betawi. Nasi bebek ini terinspirasi dari nasi Hainan, yang pada umumnya menggunakan daging babi panggang renyah sebagai lauk utamanya. Hidangan klasik ini kemudian diadaptasi dengan cita rasa lokal melalui penggunaan bebek yang dimarinasi dan dipanggang selama delapan jam hingga kulitnya garing sempurna. Menu ini tentu menjadi ikon utama di resto ini.

“Resep bebek panggang kami diadaptasi dari racikan Babah Chan Mo Sang yang dulu disajikan untuk para pelaut di Sunda Kelapa. Kami hanya menyesuaikannya dengan selera masa kini tanpa mengubah ruhnya,” kata Julie.

Sapo tahu

Di antara aroma rempah yang mengepul dari dapur, tersaji sapo tahu; paduan lembut tahu berukuran besar, segarnya sayuran, dan potongan hidangan laut yang menyerap bumbu hingga ke dalam. Kuahnya kental, berkilau oleh minyak wijen yang harum, menguar rasa gurih-pedas yang menggoda. Setiap suapan terasa lengkap ketika disantap bersama nasi hangat yang bisa menyeimbangkan rasa gurihnya.

Bihun lada hitam

Menu ini hadir sebagai sajian yang tak biasa. Bahkan, menu ini kerap menjadi menu langka saat ini karena diolah dengan bumbu lada hitam yang sangat pekat. Bihunnya bertekstur sangat lembut yang menyerap pedas khas lada hitam, berpadu dengan gurihnya hidangan laut yang dimasak sempurna.

Meski rasanya cenderung pedas, namun menu ini memberikan kehangatan pada tubuh dan memberikan sensasi rasa yang berbeda. Tak heran bila menu ini menjadi favorit banyak tamu. Bihun merupakan makanan dari China yang terbuat dari tepung dan beras. Dahulu, bihun menjadi makanan pokok khususnya bagi warga yang tinggal di Kota Guilin, Mifen, Tiongkok Selatan.

Siomay

Tidak lengkap rasanya bila berkunjung ke restoran ala Tiongkok tidak mencicipi siomay. Menu yang berbahan dasar ayam dan udang ini memiliki tekstur yang lembut dan berbeda dari siomay kebanyakan yang umumnya berserat.

Di resto ini, siomay yang disajikan merupakan perpaduan cita rasa khas lokal dan Tiongkok yang nikmat bila dikudap dengan saus gurih pedas. Apalagi bila dinikmati di restoran yang berornamen khas China tempo dulu, seakan membawa pengunjung menjelajah negara berjulukan “Tirai Bambu” itu lebih dalam lagi.

Untuk minuman, pengunjung dapat merasakan kesegaran aneka buah-buahan yang dipadukan dengan soda segar yang bisa melegakan tenggorokan. Ada juga menu kopi legendaris dari perkebunan Kawisari yang memberikan cerita tersendiri saat meneguknya.

Similar News