Menguak Cihampelas tempo dulu: kampung, lembah, dan jalan raya.

Update: 2025-10-10 01:10 GMT

Peta Bandung tahun 1910 (peta Bandung)

Pandangan tertuju pada lembaran peta Bandung tahun 1928. Tak sengaja melihat seruas jalan membentang lurus dari utara ke selatan. Jalan itu berada di tepi sebelah barat sungai Cikapundung.

Jika melihat rupa bumi saat ini, jalan itu adalah Jalan Cihampelas, tapi nama yang tertera di peta itu adalah Lembangweg. Sedangkan jalan yang menunjukkan nama Tjihampelas (Cihampelas) di dalam peta itu adalah sebuah jalan kecil yang menghubungkan Lembangweg dengan Huygensweg (sekarang Jalan Tamansari). Sekarang ruas jalan itu menjadi Jalan Taman Hewan atau Jalan Kebun Binatang.

Pada saat itu di lembah Sungai Cikapundung, yang dilintasi Jalan Tjihampelas terdapat sebuah kolam renang pertama di Hindia Belanda. Zwembad Tjihampelas atau kolam renang Cihampelas sudah ada sejak awal abad ke-20. Kolam renang untuk umum yang berada di tepi sungai ini berada di perlintasan Jalan Tjihampelas.

Penasaran dengan nama jalan kecil yang bernama Cihampelas ini, penulis membuka lagi peta Bandung yang lebih tua, yaitu peta tahun 1910.

Pada peta tahun 1910 ini, kolam renang Cihampelas sudah ada. Bahkan, nama Tjihampelas menjadi nama kampung. Ruas jalan Lembangweg sudah ada, tapi Jalan Cipaganti belum ada. Ini terlihat pada peta yang menunjukkan masjid Cipaganti masih berada di tengah perkampungan dan persawahan.

Bandingkan dengan kondisi sekarang. Masjid Cipaganti yang berada tepat di tepi Jalan Cipaganti. Peta tahun 1910 memperlihatkan bahwa ruas Jalan Dago sudah ada, membentang dari selatan ke utara. Sedangkan ruas jalan Tamansari (dahulu Huygensweg) belum terbangun.

Jalan Cihampelas masih berupa jalan setapak yang menembus kampung. Dalam peta terlihat beberapa nama kampung yang sampai sekarang masih bisa dikenali, seperti Kampung Balubur, Kampung Cipaganti, Kampung Garunggang, dan Kampung Lebakgede.

Rupa bumi yang terlihat dalam peta menunjukkan bahwa di sekitar Kampung Cihampelas masih berupa lahan basah yang berada di lembah sungai, sedangkan lahan di sekitar Jalan Dago sekitar kampus ITB dan Unpad masih berupa persawahan.

Rupanya nama Jalan Cihampelas merujuk pada nama kampung yang memang sudah ada di sana. Sebuah foto yang diambil sekitar tahun 1910 memperlihatkan Kampung Tjihampelas (dalam foto tertulis Tjiampelas) masih merupakan lahan sawah dan kebun yang berada di lembah.

Foto di atas kiranya diambil dari arah selatan. Gunung Tangkuban Perahu yang berada di utara Bandung terlihat di latar belakang. Bisa dibayangkan bagaimana jalan menuju kolam Renang Cihampelas pada dekade awal abad ke-20. Kawasan Bandung Utara masih berupa sawah dan ladang penduduk, sehingga akses jalan pun masih berupa jalan setapak.

Jalan yang menghubungkan kolam renang dengan Jalan Dago masih berupa jalan yang berada di tengah sawah. Dalam foto terlihat ada beberapa rumah. Boleh jadi itu adalah rumah-rumah yang berada di Kampung Tjihampelas yang tertera di dalam peta tahun 1910.

Pada sekitaran tahun itu, lembah Sungai Cikapundung masih lebat dengan pepohonan dan persawahan. Konon katanya, di salah satu lahan perkebunan dan persawahan yang ada di sana pernah ada sebuah lubang besar yang dihuni oleh seekor harimau (dalam bahasa Sunda disebut maung).

Lokasi goa tempat bersarangnya harimau di lembah sungai Cikapundung itu lambat laun berubah menjadi perkampungan. Kampung itu dinamakan Cimaung, yang berada di RW 07 Kelurahan Tamansari Kecamatan Bandung Wetan.

Jika melihat pada foto di atas, hal itu menjadi masuk akal. Karena pada tahun 1927, ketika Bandung sudah menjadi kota kolonial yang cukup ramai, pernah ada kejadian seekor harimau masuk ke dalam sebuah rumah dan berdiam di dalam kamar mandi rumah itu.

Peristiwa yang menggemparkan itu terjadi pada hari Jumat pagi, 5 September 1930, di rumah keluarga J. W. Ferman, di Tasmanstraat 27 (sekarang Jalan Cilaki, ruas jalan antara Jl. Lapangan Supratman dengan Jalan Ciliwung), Bandung, di mana seekor macan kumbang sepanjang lebih kurang 1,6 meter ditemukan di kamar mandi.

Macan yang rupanya tersesat dan masuk ke kota pada waktu subuh sudah terlihat berjalan di Tasmanstraat. Entah apa yang membuat kucing besar itu masuk ke dalam rumah dan diam di dalam kamar mandi.

Kita tinggalkan dulu masalah harimau yang ada di Cihampelas. Di dekat kampung Cihampelas terdapat kampung Balubur yang letaknya berada di sebelah selatan, dekat ke Jalan Dago. Di sekitar Kampung Balubur terdapat sebuah danau kecil (atau bisa juga disebut kolam yang berukuran besar). Kolam ini, atau dikenal juga dengan nama Empang Cipaganti atau Situ Garunggang, milik Haji Sabandi. Kolam ini sering dipakai oleh warga sekitar untuk tempat wisata.

Pengunjung bisa paparahuan di empang yang terketak di tepi sungai Cikapundung ini. Mirip dengan kolam renang Cihampelas yang berada di sebelah utara, sama sama berada di tepi sungai. Belum pernah terdengar cerita bahwa Empang Cipaganti dipergunakan untuk berenang. Boleh jadi karena aliran sungai Cikapundung masih jernih, jadi penduduk sekitar memilih untuk mandi dan berenang di sungai dibandingkan dengan di empang itu.

Empang Cipaganti atau Situ Garunggang yang berada di lembah bisa dicapai melalui jalan setapak yang menghubungkan Lembangweg dengan Kampung Balubur. Dalam peta tahun 1910, akses jalan itu terlihat jelas dengan garis hitam yang tegas. Di tengah jalan terdapat jembatan yang melintasi sungai Cikapundung.

Dalam legenda peta disebutkan bahwa jalan itu adalah jalan yang bisa dilintasi oleh kuda. Jalan yang bisa dilintasi kuda berarti bukan jalan setapak, meski masih berupa jalan tanah atau jalan makadam, tapi ukuran lebarnya lebih besar dibanding jalan setapak. Ujung jalan yang berada di sebelah timur berakhir di Kampung Balubur.

Dari Kampung Balubur, jika diteruskan jalan itu akan menuju jalan Dago. Namun, jika berbelok ke utara akan menghubungkan Balubur dengan Kampung Lebakgede dan Kampung Cisitu.

Seiring perkembangan zaman, Empang Cipaganti semakin ramai oleh pengunjung dan menjadi salah satu destinasi wisata alam murah meriah. Pengunjung empang ini mayoritas pribumi. Mahasiswa sekolah tinggi teknik sering pula berwisata ke empang ini, sekedar untuk melepas penat setelah lelah belajar. Maka pada libur akhir pekan dimanfaatkan untuk pelesir dan berperahu di empang.

Dalam peta Bandung tahun 1928, ruas jalan yang menghubungkan Lembangweg dengan Kampung Balubur itu diberi nama Jalan Tempat Pelesiran. Sekarang Empang Cipaganti sudah tidak ada lagi, di atas bekas lahan empang dijadikan perumahan. Sedangkan ruas jalan itu sekarang menjadi Jalan Pelesiran. Kata Pelesiran berasal dari kata bahasa Belanda plezier, yang artinya kesenangan atau bersenang–senang. Penamaan ini sesuai karena ketika pelancong yang datang ke Empang Cipaganti memang untuk mencari kesenangan diri atau untuk bersenang – senang.

Sejak awal tulisan ini, sering disebut nama Cihampelas. Sesungguhnya, apa sih Cihampelas itu? Sebagaimana diketahui, bahwa toponomi di Jawa Barat banyak yang menggunakan suku kata depan Ci atau Cai yang artinya air. Biasanya setelah suku kata Ci akan diikuti oleh nama lain yang berasal dari nama hewan, tumbuhan, dan atau kondisi daerah tersebut.

Begitu juga dengan nama Cihampelas, yang berasal dari kata Ci dan Hampelas atau Ampelas. Merujuk pada www.wikipedia.com , Ampelas adalah tumbuhan dari keluarga Moraceae yang tingginya sampai 20 meter dengan gemang 50 cm, tumbuh di seluruh Indonesia, tersebar pada ketinggian kurang dari 1.300 m dpl.

Tumbuhan ini disebut hampelas dalam bahasa Sunda dan bahasa Melayu, serta disebut rampelas dalam bahasa Jawa. Batang dari pohon ampelas berdiri tegak, bulat, dan mempunyai percabangan simpodial. Daunnnya tunggal, berseling, lonjong, tepi bergerigi. Daun ampelas teksturnya kasar dan jika kering bisa dijadikan sebagai ampelas untuk menghaluskan permukaan kayu. Bunganya mempunyai panjang 5–7 mm, berwarna hijau kecoklatan, dan kelopaknya berbentuk corong. Sedangkan bijinya berbentuk bulat dan berwarna putih.

Di dalam Kota Bandung dan sekitarnya, setidaknya terdapat 2 tempat yang menggunakan nama Cihampelas, yaitu di Jalan Cihampelas yang berada di Kota Bandung dan Kecamatan Cihampelas di Kabupaten Bandung Barat.

Dari situ kiranya dapat disimpulkan bahwa ruas Jalan Cihampelas yang kita kenal sekarang adalah mengambil dari nama jalan kecil yang menuju kolam renang Cihampelas. Penggunaan nama Cihampelas sebagai pengganti nama Lembangweg terjadi setelah pengakuan kedaulatan Indonesia pasca Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda.

Diketahui penggunaan nama Jalan Tamansari sebagai pengganti nama 4 ruas jalan pada masa Hindia Belanda terjadi pada tahun 1950an, maka bisa jadi penggantian nama Lembangweg menjadi Jalan Cihampelas terjadi pada waktu yang bersamaan.

Dalam peta yang dirilis pada tahun 1946, masih tertera Lembangweg untuk ruas Jalan Cihampelas dan Huygensweg untuk ruas Jalan Tamansari.

Tags:    

Similar News