PA GMNI dorong Jakarta berdikari secara ekonomi di tengah arus globalisasi

Update: 2025-11-09 11:17 GMT

Elshinta/ BAI

Jakarta — DPD Persatuan Alumni GMNI (PA GMNI) Jakarta Raya menggelar Seri Diskusi Publik Edisi III bertajuk “Menumbuhkan Jakarta Kota Berdikari secara Ekonomi di Tengah Arus Globalisasi Dunia” di Kantor DPP PA GMNI, Jakarta, Sabtu (8/11/2025). Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian pra Konferda V DPD PA GMNI Jakarta Raya.

Diskusi menghadirkan sejumlah narasumber penting, antara lain Anggota Komisi XIII DPR RI Marinus Gea, Pakar Ekonomi Kerakyatan Ichsanudin Noorsy, Ketua Komite II DPD RI Badikenita Sitepu, dan Ketua Kelompok Pangan dan Ekonomi Daerah Biro Perekonomian dan Keuangan Pemprov DKI Jakarta Abdul Gofar Al Hakim.

Hadir pula Ketua Harian DPP PA GMNI Aruji Wahyono, Wakil Ketua Umum DPP PA GMNI Ugik Kurniadi, Ketua DPP PA GMNI Retnowati, Ketua DPD PA GMNI Jakarta Raya Ario Sanjaya, Sekretaris DPD PA GMNI Jakarta Raya Miartiko Gea, serta jajaran pengurus DPC PA GMNI dan GMNI se-DKI Jakarta.

Dalam sambutannya, Ketua Harian DPP PA GMNI Aruji Wahyono menekankan pentingnya merumuskan kembali konsep ekonomi berdikari dalam konteks Jakarta hari ini.

“Kalau kita bicara Jakarta, kita bicara kota yang tidak pernah tidur. Di balik gemerlapnya, ada kesenjangan ekonomi, harga tanah yang melambung, dan kesempatan usaha yang belum merata. Bahkan ironinya, 60 persen penerima bansos di Jakarta justru menggunakannya untuk judi online,” ungkap Aruji.

Ia menegaskan bahwa semangat berdikari yang diwariskan Bung Karno bukan sekadar menolak ketergantungan pada kekuatan asing, melainkan juga mengedepankan kemandirian yang terbuka terhadap kerja sama yang berkeadilan.

“Berdikari bukan berarti menutup diri, tetapi berdiri di atas kaki sendiri dengan prinsip keberpihakan pada rakyat,” tambahnya.

Ketua DPD PA GMNI Jakarta Raya Ario Sanjaya berharap rangkaian diskusi publik yang digelar PA GMNI dapat menjadi ruang formulasi gagasan konkret menuju Jakarta yang berdikari dan berkeadilan sosial.

“Setiap seri diskusi ini kami harapkan menjadi sarana merumuskan gagasan nyata menuju Jakarta sebagai kota global yang beradab. Alumni GMNI harus mengambil peran strategis dalam membumikan nilai-nilai Marhaenisme di tengah tantangan globalisasi,” ujar Ario.

Anggota Komisi XIII DPR RI Marinus Gea menyoroti bahwa ketidakmandirian Jakarta mencerminkan masalah sistemik dalam tata kelola negara.

“Indonesia butuh pemimpin yang sekuat Soekarno, yang tidak tergoda menjadi kapitalis. Saat ini, perjuangan Marhaen tampak kabur karena sistem politik dan ekonomi kita lebih berpihak pada konglomerat,” ujarnya.

Ia juga menyoroti dampak kebijakan baru terhadap masyarakat kecil.

“Dulu sampah bisa jadi sumber penghasilan masyarakat. Sekarang masuk investasi besar. Ketika yang kecil tersingkir, rakyat Jakarta kembali hanya menjadi penonton,” tegasnya.

Pakar ekonomi kerakyatan Ichsanudin Noorsy mengkritik lemahnya tata kelola pelayanan publik di Jakarta.

“Pegawai DKI itu seharusnya melayani rakyat, bukan dilayani rakyat. Prinsip pelayanan publik yang cepat, tepat, nyaman, aman, dan efisien — semuanya tidak terpenuhi di Jakarta,” kata Noorsy.

Ia juga menegaskan bahwa status Jakarta sebagai kota global justru menimbulkan ketimpangan baru.

“Kota global itu artinya interkoneksi dengan pasar modal dunia. Semakin terkoneksi, semakin kuat daya hisap kapital global terhadap Jakarta. Akibatnya, terjadi ketimpangan spasial dan finansial,” tambahnya.

Ketua Komite II DPD RI Badikenita Sitepu menilai Jakarta tetap menjadi pusat kehidupan nasional meski ada rencana pemindahan ibu kota ke IKN.

“Kita bicara pindah ke IKN, tapi di sana baru ada satu hotel dan lima kantor menko. Kita tetap memilih di Jakarta, karena pusat aktivitas masih di sini,” ujarnya.

Ia juga mendorong agar hasil diskusi PA GMNI bisa menjadi rekomendasi nyata untuk pemerintah provinsi.

“Jakarta harus kita bangun dengan ide konkret. Kenapa Kepulauan Seribu tidak dikembangkan seperti Maldives? Potensi besar tapi belum tergarap,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Kelompok Pangan dan Ekonomi Daerah Pemprov DKI Jakarta Abdul Gofar Al Hakim memaparkan arah kebijakan ekonomi Jakarta ke depan.

“Jakarta masih menjadi magnet investasi utama, baik dalam maupun luar negeri. Kita menargetkan Jakarta masuk dalam 20 kota global pada 2045,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa APBD DKI sebesar Rp91 triliun tidak hanya digunakan untuk warga Jakarta, tetapi juga wilayah sekitarnya.

“Struktur ekonomi Jakarta didominasi sektor jasa — mulai dari keuangan, event, hingga MICE. Kita memiliki lebih dari 400 ribu UMKM binaan yang terus kita dampingi melalui pelatihan dan permodalan,” jelasnya.

Diskusi publik ini menjadi refleksi kritis atas arah pembangunan Jakarta di tengah tekanan globalisasi dan ketimpangan ekonomi. Para narasumber sepakat bahwa kemandirian ekonomi Jakarta harus dibangun di atas fondasi keberpihakan kepada rakyat, penguatan sektor riil, dan tata kelola pemerintahan yang inklusif serta efisien. (BAI)

Similar News