Pengamat Unair: Impor BBM bisa kuras devisa dan guncang rupiah
Penambahan kuota impor bahan bakar minyak (BBM) untuk SPBU swasta, menurut Pengamat Ekonomi Universitas Airlangga, Prof. Imron Mawardi, bukanlah solusi efektif terhadap kelangkaan BBM. Ia justru mengingatkan bahwa kebijakan impor yang tidak terkendali dapat memberi dampak negatif besar terhadap keseimbangan neraca perdagangan dan cadangan devisa Indonesia.
sumber foto: http://bit.ly/3K2jQKV/elshinta.com
Penambahan kuota impor bahan bakar minyak (BBM) untuk SPBU swasta, menurut Pengamat Ekonomi Universitas Airlangga, Prof. Imron Mawardi, bukanlah solusi efektif terhadap kelangkaan BBM. Ia justru mengingatkan bahwa kebijakan impor yang tidak terkendali dapat memberi dampak negatif besar terhadap keseimbangan neraca perdagangan dan cadangan devisa Indonesia.
“Tidak bagus untuk perekonomian kita. Karena menguras devisa, akan mengganggu nilai tukar rupiah,” kata Imron dalam wawancara dengan media, Kamis (18/9/2025).
Kuota Sudah Ditambah, Tapi Masih Banyak Kelangkaan
Imron menjelaskan bahwa SPBU swasta telah mendapat tambahan izin impor sebesar 10 persen dibandingkan kuota sebelumnya.
Tambahan ini diberikan berdasarkan proyeksi kebutuhan dari tahun sebelumnya. Namun meski demikian, kelangkaan masih terjadi.
Menurut Imron, pasokan BBM melalui impor sebenarnya sudah bisa dihitung berdasarkan kebutuhan dan produksi dalam negeri.
Saat ini, produksi minyak dalam negeri diperkirakan sekitar 600 ribu barel per hari, sedangkan kebutuhan nasional mencapai 1,6 juta barel per hari. Artinya, kekurangan sekitar 900 ribu barel per hari harus dipenuhi lewat impor.
Pentingnya Proyeksi dan Perencanaan Logistik
Untuk mengatasi kelangkaan yang berulang, Imron menekankan agar SPBU swasta melakukan proyeksi kebutuhan yang lebih akurat dan terencana.
Hal ini mencakup pemetaan kebutuhan di tiap wilayah dan estimasi total kebutuhan BBM nasional agar tidak terjadi stok yang melompong atau pasokan terlambat.
“Ke depan supaya tidak ada kelangkaan di SPBU swasta seperti ini, harus membuat proyeksi yang lebih tepat. Jangan sampai terjadi lagi seperti sekarang,” ujarnya seperti dilaporkan Reporter Elshinta, Supriyarto Rudatin, Kamis (18/9).
Isu Monopoli dan Dampak ke Pertamina
Mengenai tudingan Pertamina melakukan monopoli dalam impor atau penyaluran BBM, Imron mengatakan bahwa narasi tersebut tidak tepat.
Menurutnya, pemerintah kini telah memberikan ruang bagi pelaku swasta di sektor hulu dan hilir migas, termasuk izin impor.
Meski begitu, apabila SPBU swasta membeli BBM dari Pertamina, hal ini justru bisa menggerus keuntungan BUMN tersebut. Imron memberi contoh: jika penjualan ritel Pertamina menghasilkan margin Rp 200 per liter, menjual ke SPBU swasta memaksa Pertamina untuk menjual di bawah harga ritel agar SPBU swasta tetap memperoleh keuntungan. Akibatnya, pendapatan Pertamina menurun.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menegaskan pemerintah tidak akan membuka tambahan impor non-subsidi di luar kuota yang sudah diberikan kepada SPBU swasta.
Untuk tahun 2025, pemerintah telah menaikkan kuota impor hingga 110 persen dibandingkan tahun sebelumnya.