Suara Pangan Elshinta: Dari panas kota muncul keajaiban anggur Palembang

Update: 2025-12-08 14:40 GMT

Warga Kebun Bunga, Palembang, Ratno, sukses menanam anggur di pekarangan rumah dan mengembangkannya menjadi peluang usaha

Program Suara Pangan Elshinta Palembang yang dipandu Ariek Kristo, Senin (8/12/2025) pukul 15.00 WIB menghadirkan laporan istimewa mengenai keberhasilan budidaya anggur di tengah iklim panas Kota Palembang, Sumatera Selatan.

Liputan ini menyoroti inovasi seorang warga Kebun Bunga, Ratno, yang sukses menanam anggur di pekarangan rumah dan mengembangkannya menjadi peluang usaha bernilai ekonomi tinggi.

Selama ini, anggur identik dengan wilayah pegunungan dan daerah bersuhu rendah. Namun, Ratno membuktikan bahwa tanaman tersebut juga mampu tumbuh subur di Palembang yang beriklim panas.

Kebun anggur miliknya telah dikelola selama lima tahun, dan kini menghasilkan buah premium seharga Rp150 ribu per kilogram.

Ratno mengatakan bahwa tingginya permintaan anggur nasional menjadi alasan dirinya memulai budidaya.

“Permintaan anggur di Indonesia sangat tinggi. Sementara itu, produksi lokal belum mencukupi. Ini peluang besar,” ujarnya.

Anggur yang ia hasilkan ditanam tanpa hormon pemacu pertumbuhan atau bahan kimia, ini membuat lebih aman dikonsumsi.

Menurut Ratno, cahaya matahari Palembang justru mendukung pertumbuhan anggur. Namun, diperlukan naungan agar tanaman tidak rusak oleh hujan atau panas yang berlebihan, serta media rambat seperti tali atau kawat untuk menunjang pertumbuhannya.

Jika Anda ingin memulai usaha serupa, Ratno memperkirakan modal awal berkisar Rp11–12 juta di lahan seluas 9 x 5 meter. Meski demikian, budidaya tetap bisa diaplikasikan pada lahan kecil, bahkan di rooftop.

“Kalau lahannya kecil juga bisa. Disesuaikan dengan kondisi rumah,” ungkapnya.

Proses penanaman dimulai dari bibit setinggi 30–40 sentimeter yang dapat mulai berbunga dalam 5–6 bulan. Penyiraman dilakukan setiap hari, sedangkan pemupukan dua hingga tiga kali seminggu.

Ratno menggunakan sistem irigasi tetes yang terhubung ke saluran PDAM. Ini mengalirkan air perlahan selama sekitar 12 jam demi menjaga kelembapan tanpa menyebabkan genangan.

“Anggur tidak suka air tergenang, cukup lembap saja,” jelasnya.

Saat ini terdapat delapan batang induk anggur di kebunnya. Semuanya sudah produktif. Tanaman tidak perlu dicabut setelah panen, cukup dipangkas untuk menumbuhkan tunas baru.

Penggunaan pestisida juga dihentikan satu bulan sebelum panen agar buah aman dikonsumsi.

Selain menjual hasil panen, Ratno menyediakan bibit bagi warga yang ingin belajar menanam anggur sendiri.

Ia berharap budidaya rumahan ini dapat menjadi alternatif usaha sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat.

Melalui liputan Suara Pangan, keberhasilan Ratno menjadi bukti bahwa anggur dapat berkembang bukan hanya di daerah dingin, tetapi juga di wilayah perkotaan beriklim panas seperti Palembang.

Cerita ini menggema sebagai inspirasi bagi warga untuk memanfaatkan lahan terbatas menjadi sumber ekonomi baru. (Agusti/Tria/Ter)

Similar News