Dirut PT WKM sebut ada kriminalisasi dalam kasus sengketa tambang nikel di Haltim

Saksi ungkap fakta dugaan kriminalisasi terkait sidang sengketa lahan tambang nikel di Halmahera Timur (Haltim) antara PT Wana Kencana Mineral (WKM) dan PT Position di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (8/10).

Update: 2025-10-09 05:10 GMT

Sumber foto: Supriyarto Rudatin/elshinta.com.

Saksi ungkap fakta dugaan kriminalisasi terkait sidang sengketa lahan tambang nikel di Halmahera Timur (Haltim) antara PT Wana Kencana Mineral (WKM) dan PT Position di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (8/10).

Dugaan adanya praktik kriminalisasi terhadap dua karyawan PT WKM yang menjadi terdakwa, Awwab Hafidz dan Marsel Bialembang, kembali mengemuka dalam persidangan.

Direktur Utama PT WKM, Eko Wiratmoko, sebagai saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), menegaskan kedua karyawannya tidak seharusnya dijadikan terdakwa.

“Menurut saya, Awwab dan Marsel ini tidak bersalah. Yang salah saya. Harusnya saya yang bertanggung jawab, bukan mereka berdua,” ujar Eko di hadapan majelis hakim.

Eko mengungkapkan, dirinya yang memerintahkan pemasangan patok di lokasi karena mendapat laporan bahwa PT Position telah melakukan penggalian di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT WKM.

“Karena yang memiliki IUP harus menjaga wilayahnya. Itu sebabnya saya minta dipatok. Apakah saya salah, itu wilayah saya,” tegasnya.

Saksi lainnya, Direktur PT WKM Kahin, menegaskan bahwa PT Position tidak memiliki hak mengambil ore nikel di IUP PT WKM.

“Bayar pajak juga tidak boleh mereka kalau ore yang diambil dari IUP kami. Yang boleh kami,” kata Kahin.

Ketua Majelis Hakim Sunoto sempat menanyakan dasar klaim wilayah yang dimaksud.

“Ada yang gali, ambil ore nikel. Siapa? Bapak bilang Position. Berdasarkan foto dan video. Dapat foto dan video kapan?” tanya hakim.

Kahin menyatakan dirinya mengetahui penggalian ore tersebut berdasarkan dokumentasi foto dan video yang dimilikinya. Ia juga menegaskan lokasi yang dipersoalkan merupakan kawasan hutan sesuai citra satelit.

“Itu sudah ada IUP,” tegas Kahin.

Menanggapi saran majelis hakim agar pihak yang bersengketa berdamai, Kahin mengatakan sudah berupaya menyelesaikan masalah secara baik.

“Saya sudah coba ke Menkopolhukam, ke Bareskrim, tapi saya tetap saja dikriminalisasi,” katanya.

Usai sidang, Eko Wiratmoko menilai kasus ini sarat dengan indikasi kriminalisasi terhadap pihaknya. Ia juga menyoroti adanya kejanggalan dalam proses penyidikan.

“Ada bukti-bukti yang saya serahkan ke penyidik Bareskrim, tapi tidak disertakan ke jaksa. Tidak masuk berkas. Ini bisa masuk pidana karena menghilangkan barang bukti itu kejahatan,” ucap Eko.

Kuasa hukum PT WKM, Rolas Sitinjak, menambahkan, pemasangan portal di lokasi dilakukan untuk mencegah potensi kerugian negara akibat dugaan aktivitas illegal mining oleh PT Position di wilayah IUP PT WKM.

“Niatnya justru untuk melindungi negara. Kami menemukan adanya aktivitas penambangan ilegal yang bisa menimbulkan kerugian negara lebih besar,” ujarnya.

Rolas menilai proses hukum terhadap dua karyawan PT WKM janggal sejak awal karena adanya hilangnya berkas dan bukti penting yang telah diserahkan ke penyidik.

“Kami hanya ingin keadilan ditegakkan. Dua karyawan PT WKM tidak layak dikriminalisasi karena tindakan mereka justru untuk mencegah kerugian negara,” katanya.

Sebelum sidang dimulai, sekelompok orang yang mengatasnamakan mahasiswa menggelar aksi di depan PN Jakarta Pusat. Mereka menuntut agar Dirut PT WKM ditangkap dan meminta hukuman maksimal bagi dua terdakwa.

Menanggapi aksi tersebut, Rolas mempertanyakan independensi para demonstran.

“Mereka itu seperti maling teriak maling saja. Mereka paham atau tidak terhadap tuntutan yang disampaikannya, padahal jalannya persidangan masih jauh. Yang jelas keduanya dikriminalisasi,” ujarnya seperti dilaporkan Reporter Elshinta, Supriyarto Rudatin.

Tags:    

Similar News