Kecelakaan Tol Krapyak, pengamat sebut sebab insiden lalin bukan faktor tunggal
Pendataan dan verifikasi korban kecelakaan tunggal bus Cahaya di Tol Krapyak, Semarang, Senin (22/12/2025)
Kecelakaan lalu lintas kembali menjadi sorotan menjelang meningkatnya mobilitas masyarakat pada libur Natal dan Tahun Baru. Senin (22/12/2025) terjadi kecelakaan tunggal yang menimpa bus Cahaya di Simpang Susun Tol Krapyak, Semarang, Jawa Tengah.
Insiden ini menewaskan 16 orang dan memicu perhatian publik terhadap aspek keselamatan berkendara, kelaikan kendaraan, kondisi infrastruktur jalan, serta kesiapan pengemudi.
Pemerintah dan pemangku kepentingan transportasi terus diingatkan agar memperkuat pengawasan dan pencegahan kecelakaan di jalur rawan.
Kecelakaan maut di Simpang Susun Krapyak, Kota Semarang, Jawa Tengah, dinilai seharusnya dapat dicegah apabila aspek keselamatan dipenuhi secara menyeluruh, demikian disampaikan pengamat transportasi sekaligus Rektor Universitas Metamedia, Yossyafra, ST., M.Eng.Sc., Ph.D., dalam wawancara Radio Elshinta Edisi Pagi, Selasa (23/12/2025).
“Kecelakaan lalu lintas saat ini tidak lagi disebabkan satu faktor tunggal, melainkan bersifat multikausal yang melibatkan manusia, kendaraan, prasarana jalan, lingkungan, regulasi, hingga penegakan hukum,” paparnya kepada News Anchor Bhery Hamzah.
Menurutnya, faktor pengemudi masih menjadi penyebab dominan, terutama kelelahan dan kecepatan tinggi yang tidak sesuai dengan kondisi jalan, seperti tikungan atau jalur dengan kontur menurun.
Yossyafra juga menjelaskan kendaraan dengan dimensi besar dan pusat gravitasi tinggi, seperti bus dan minibus, sangat rentan mengalami body roll ketika melaju kencang di tikungan, sehingga meningkatkan risiko kecelakaan fatal.
Ia menekankan pengemudi kendaraan umum idealnya hanya mengemudi selama tiga hingga empat jam sebelum beristirahat minimal 15 hingga 30 menit untuk menjaga konsentrasi dan mencegah micro sleep".
"Praktik pengemudi yang mengemudi hingga lebih dari delapan jam tanpa jeda merupakan kondisi tidak wajar dan berbahaya karena refleks dan respons pengemudi sangat menentukan keselamatan,” katanya.
Selain faktor manusia, Yossyafra menyoroti pentingnya kelayakan kendaraan, khususnya uji berkala kendaraan umum yang wajib dilakukan setiap enam bulan.
Ia mengungkapkan masih ditemukan kendaraan yang hanya “dirapikan” saat uji kir, Namun kembali digunakan dalam kondisi tidak laik, seperti ban aus atau komponen keselamatan yang diabaikan.
Yossyafra juga menilai keterbatasan fasilitas uji kendaraan di sejumlah daerah serta peralatan uji yang tidak dikalibrasi dengan baik dapat melemahkan fungsi pengawasan keselamatan.
Dari sisi infrastruktur, ia menegaskan perlunya audit dan inspeksi keselamatan jalan secara rutin, termasuk kelengkapan rambu, marka, dan rumble strip, terutama pada jalur rawan kecelakaan.
Penulis: Steffi Anastasia/Mgg/Ter


