KPK: Kasus pengadaan katalis buat biaya pembuatan BBM jadi lebih besar
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi Asep Guntur Rahayu (kanan) saat menunjukkan ketiga tersangka kasus dugaan suap terkait pengadaan katalis di PT Pertamina (Persero) tahun anggaran 2012-2014, yakni (kiri-kanan) Alvin Pradipta Adiyota, Gunardi Wantjik, dan Frederick Aldo Gunardi, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (9/9/2025). (ANTARA/Rio Feisal)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan tersangka kasus dugaan suap terkait pengadaan katalis di PT Pertamina (Persero) tahun anggaran 2012–2014 membuat biaya pembuatan bahan bakar minyak (BBM) pada rentang waktu tersebut menjadi lebih besar.
Tersangka tersebut adalah Direktur PT Melanton Pratama, Gunardi Wantjik (GW), Manajer Operasi PT Melanton Pratama, Frederick Aldo Gunardi (FAG), Direktur Pengolahan Pertamina periode 2012-2014 Chrisna Damayanto (CD), dan Alvin Pradipta Adiyota (APA) selaku swasta atau anak dari Chrisna.
“Kalau yang dijual di masyarakat enggak ada masalah, karena sudah melalui treatment (proses) kembali. Hanya pemerintah atau negara tadi kehilangan waktu, kehilangan biaya, dan ini tambahan biaya lagi,” ujar Pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (9/9).
Asep menjelaskan kasus tersebut berimbas pada waktu dan biaya produksi BBM, karena dihapuskannya ACE Test atau uji laboratorium. Dengan demikian, katalis yang merupakan zat penting yang berfungsi mengurangi kadar sulfur dalam pembuatan BBM agar menghasilkan produk yang memenuhi standar kualitas, tetapi yang terjadi adalah sebaliknya.
“Produk yang dihasilkan itu kualitasnya rendah. Yang harusnya kualitasnya sepuluh, ya kualitasnya tinggal delapan gitu, sehingga perlu upaya lagi untuk meningkatkan kualitasnya menjadi sepuluh, seperti itu," katanya.
Sementara itu, Asep menjelaskan bahwa perkara tersebut bermula dari PT Melanton Pratama diketahui menggunakan nama Albemarle Corp yang merupakan bagian dari Albemarle Singapore Pte Ltd pernah mengikuti tender pengadaan katalis di Pertamina, namun gagal, karena tidak lolos uji ACE Test.
Kemudian, Gunardi Wantjik memerintah anaknya, Frederick Gunardi, menghubungi rekannya yang bernama Alvin Pradipta untuk meminta ayahnya, Chrisna Damayanto melakukan pengondisian agar PT Melanton Pratama dapat kembali mengikuti tender produk katalis residue catalytic cracking (RCC) di Refinery Unit (RU) VI Balongan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Chrisna Damayanto kemudian melakukan pengondisian dengan membuat kebijakan penghapusan kewajiban lolos uji ACE Test bagi produk katalis, sehingga membuat PT Melanton Pratama terpilih menjadi pemenang pengadaan katalis di RU VI Balongan periode tahun 2013-2014 dengan nilai kontrak sebesar 14,4 juta dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp176,4 miliar berdasarkan kurs rupiah pada tahun 2014.
Setelah terpilih sebagai pemenang pengadaan katalis, PT Melanton Pratama kemudian memberikan sebagian biaya yang berasal dari Albemarle Corp kepada Chrisna Damayanto sekurang-kurangnya Rp1,7 miliar pada periode 2013-2015.
Asep mengatakan penerimaan biaya tersebut diduga berhubungan dengan kebijakan yang dikeluarkan Chrisna Damayanto yang bertentangan dengan tugas dan kewajibannya selaku Direktur Pengolahan Pertamina. Sebelumnya, pada 6 November 2023, KPK mengumumkan penyidikan dugaan korupsi dalam bentuk gratifikasi terkait tender pengadaan katalis di Pertamina, dan belum mengumumkan identitas para tersangka.
Walaupun demikian, KPK mengatakan bukti permulaan awal perkara tersebut berjumlah belasan miliar rupiah.
KPK pada 17 Juli 2025, mengumumkan penetapan empat tersangka kasus tersebut. Penetapan dilakukan setelah KPK menggeledah rumah Chrisna Damayanto dan Alvin Pradipta pada 8 Juli 2025, serta rumah Gunardi Wantjik dan Frederick Gunardi pada 15 Juli 2025.