KPK sebut pengembangan perkara RPTKA jadi menunggu karena ada kasus K3

Update: 2025-09-10 03:01 GMT

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi Asep Guntur Rahayu memberikan keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (9/9/2025). ANTARA/Rio Feisal.

 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan pengembangan perkara dugaan pemerasan dalam pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan jadi menunggu terlebih dahulu karena ada kasus dugaan pemerasan terkait dengan pengurusan sertifikat K3 di lingkungan Kemenaker.

“Untuk RPTKA dan K3, kami sama-sama laksanakan penyidikan. Dua-duanya berjalan sampai saat ini. Tidak ada hambatan sejauh ini, tetapi untuk pengembangannya memang waktunya menunggu,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (9/9) malam.

Asep menjelaskan pengembangan perkara RPTKA tersebut terkait keterlibatan pihak-pihak di Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.

“Untuk RPTKA itu tidak hanya melibatkan Kementerian Ketenagakerjaan karena ketika tenaga kerja asing itu masuk, pintu masuk pertama itu adalah di imigrasi,” katanya.

Oleh sebab itu, kata dia, KPK akan mengusut pelayanan keimigrasian saat TKA masuk di Indonesia.

“Karena informasi yang kami terima juga pungutan ini tidak hanya terjadi di RPTKA itu sendiri, tetapi di pelayanan-pelayanan yang lainnya,” jelasnya.

Sementara itu, dia mengatakan KPK berharap penanganan kasus RPTKA dan K3 dapat membuat kementerian/lembaga lain di Indonesia memperbaiki pelayanan publiknya.

“Kami harapkan seperti itu. Tidak perlu menunggu kami melakukan OTT (operasi tangkap tangan), atau melakukan penindakan dulu, lalu diperbaiki pelayanannya,” katanya.

Untuk kasus RPTKA, pada 5 Juni 2025, KPK mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus tersebut, yakni aparatur sipil negara di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.

Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA. KPK menjelaskan bahwa RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.

Apabila RPTKA tidak diterbitkan Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Dengan demikian, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.

Untuk kasus sertifikat K3, pada 22 Agustus 2025, KPK menetapkan Immanuel Ebenezer selaku Wakil Menteri Ketenagakerjaan bersama sepuluh orang lainnya sebagai tersangka kasus tersebut. KPK mengungkapkan pemerasan dalam pengurusan sertifikat K3 di lingkungan Kemenaker membuat tarif normal Rp275.000 menjadi Rp6 juta.

Tags:    

Similar News

Kompol Kosmas ajukan banding