KPK yakin Yaqut Cholil penuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi
Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (tengah) berjalan menuju Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (7/8/2025). Yaqut Cholil Qoumas akan dimintai keterangan oleh KPK dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi kuota haji khusus 2024. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/agr
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakin mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024.
"Kami meyakini saksi akan hadir dan memberikan keterangan dalam pemeriksaan tersebut," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada para jurnalis di Jakarta, Senin.
Budi mengatakan apabila Yaqut memenuhi panggilan maka penyidikan perkara dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tersebut akan semakin terang. Sebelumnya, pada 9 Agustus 2025, KPK mengumumkan memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024.
Pengumuman itu dilakukan KPK setelah meminta keterangan kepada mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam penyelidikan kasus tersebut pada 7 Agustus 2025. Pada saat itu, KPK juga menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut.
Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1 triliun lebih. Selanjutnya, KPK mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri, termasuk salah satunya mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Selain ditangani KPK, Panitia Khusus Angket Haji DPR RI sebelumnya juga menyatakan telah menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024. Titik poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50 berbanding 50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler.