Menanam harapan di balik jeruji: Ketika Lapas Indramayu menyemai masa depan dengan hidroponik
Di balik tembok tinggi, pagar besi, dan penjagaan yang ketat, kehidupan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Indramayu ternyata menyimpan cerita berbeda. Bukan hanya tentang penyesalan dan hukuman, tetapi juga tentang perubahan, pembelajaran, dan harapan baru. Di salah satu sudut lapas yang biasanya sunyi, kini tumbuh deretan sayuran hijau segar yang menandakan kehidupan sedang bertumbuh—secara harfiah dan maknawi.
Car'i (kanan) dan Rosidi (kiri) dua warga binaan Lapas Indramayu sedang memeriksa tanaman sayur hidroponik. (Foto: Y. Charles)
Di balik tembok tinggi, pagar besi, dan penjagaan yang ketat, kehidupan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Indramayu ternyata menyimpan cerita berbeda. Bukan hanya tentang penyesalan dan hukuman, tetapi juga tentang perubahan, pembelajaran, dan harapan baru. Di salah satu sudut lapas yang biasanya sunyi, kini tumbuh deretan sayuran hijau segar yang menandakan kehidupan sedang bertumbuh—secara harfiah dan maknawi.
Setiap pagi, dua warga binaan—Car’i (42) dan Rasidi (49)—memulai hari mereka bukan dengan mengeluh, melainkan dengan menyapa tanaman. Mereka memeriksa pipa-pipa hidroponik, mengukur kadar nutrisi air, memastikan daun tetap hijau segar, dan menata ulang posisi tanaman dengan telaten. Bagi keduanya, kegiatan ini bukan sekadar rutinitas, melainkan bentuk perenungan dan pembelajaran hidup.
“Menanam itu seperti memperbaiki diri. Kalau sabar dan telaten, hasilnya pasti tumbuh baik. Sama seperti kami di sini, sedang belajar tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik," kata Car`i saat ditemui Kontributor Elshinta, Yohanes Charles di Lapas Kelas 2B Indramayu, Kamis (30/10).
Pengetahuan tentang sistem hidroponik itu mereka dapatkan dari pelatihan yang digelar melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) Pertamina RU VI Balongan. Program ini menjadi jembatan penting bagi warga binaan untuk mengenal keterampilan baru dan membuka peluang kemandirian setelah mereka bebas nanti. Melalui pelatihan itu, para warga binaan diajarkan teknik bercocok tanam modern tanpa tanah, pengelolaan nutrisi tanaman, hingga strategi pemasaran hasil panen.
Tak berhenti di pelatihan, mereka pun mulai mempraktikkan langsung hasil belajar mereka di lahan sempit yang disulap menjadi kebun hidroponik di area lapas. Dari tempat yang dulunya kosong, kini tumbuh subur berbagai jenis sayuran segar seperti sawi dan pakcoy.
Setiap bulan, hasil panen itu dijual kepada masyarakat sekitar, memberikan tambahan penghasilan bagi para warga binaan hingga ratusan ribu rupiah. Jumlah yang mungkin tak besar bagi sebagian orang, tapi sangat berarti bagi mereka yang tengah menapaki jalan menuju perubahan.
"Kami dapat Rp200 ribu setiap bulan dari hasil penjualan sayur-sayur ini. Uangnya kami pakai buat kebutuhan," ujar pria asal Kecamatan Anjatan itu.
Kepala Lapas Kelas IIB Indramayu, Fery Berthoni, menyebut program ini sebagai bagian penting dari proses pembinaan. Menurutnya, kegiatan bercocok tanam hidroponik bukan hanya membekali warga binaan dengan keterampilan praktis, tetapi juga membentuk karakter dan mental mereka.
“Kami ingin mereka keluar dari sini bukan hanya dengan rasa penyesalan, tetapi juga dengan kemampuan untuk memulai hidup baru,” ujarnya.
Lebih jauh, Fery menegaskan bahwa kegiatan ini juga menjadi bentuk dukungan nyata terhadap Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, khususnya dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. Ia menambahkan, sebagian hasil penjualan sayuran hidroponik juga disetorkan ke negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dengan demikian, kerja keras para warga binaan tak hanya memberikan manfaat pribadi, tapi juga turut berkontribusi bagi negara.
Dari sisi eksternal, dukungan kuat datang dari Pertamina RU VI Balongan. Area Manager Communication, Relation & CSR, Mohamad Zulkifli, menjelaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk terus mendukung pembinaan warga binaan melalui pelatihan produktif seperti hidroponik ini.
“Kami berharap keterampilan ini bisa menjadi bekal berharga bagi mereka. Saat bebas nanti, mereka sudah punya modal untuk menata hidup, mandiri, dan tidak kembali pada kesalahan lama,” ungkapnya.
Kini, kebun hidroponik di Lapas Kelas IIB Indramayu menjadi oase hijau di tengah suasana yang identik dengan keterbatasan. Warna hijau tanaman yang tumbuh subur memberi nuansa segar dan menenangkan, menciptakan lingkungan yang lebih manusiawi bagi penghuni lapas. Lebih dari sekadar proyek pertanian, kegiatan ini telah menjadi ruang penyembuhan dan pembentukan diri.
Setiap tanaman yang tumbuh di sana seolah menjadi simbol harapan. Bahwa meskipun hidup di balik jeruji besi, seseorang masih bisa berbuat baik, berkarya, dan menanam masa depan baru. Seperti halnya sayuran yang tumbuh di antara dinding kokoh dan kawat berduri, harapan pun menemukan cara untuk hidup—asal disirami dengan ketekunan, disinari semangat, dan dijaga dengan kesungguhan hati.