Pemkab Kudus siap berikan pidana kerja sosial
Pemerintah Kabupaten Kudus ambil bagian dalam penandatanganan nota kesepahaman antara Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah bersama kepala Daerah se-Jawa Tengah.
Sumber foto: Sutini/elshinta.com.
Pemerintah Kabupaten Kudus ambil bagian dalam penandatanganan nota kesepahaman antara Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah bersama kepala Daerah se-Jawa Tengah. Bupati Kudus Sam’ani Intakoris yang didampingi Wakil Bupati Bellinda Birton hadir langsung menandatangani nota kesepahaman tersebut, Senin (1/12) di Gradhika Bhakti Praja Semarang.
MoU ini terkait pelaksanaan pidana kerja sosial sebagai tindak lanjut Undang-Undang No 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kesepakatan ini menjadi langkah penting menuju pemberlakuan penuh KUHP pada 2026.
MoU tersebut memuat pengaturan teknis mulai dari penyediaan lokasi kerja sosial, mekanisme pengawasan, pola pembinaan, penyediaan data, hingga kegiatan edukasi kepada masyarakat agar pelaksanaannya berjalan transparan dan konsisten.
Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi menegaskan bahwa pidana kerja sosial merupakan pilar penting dalam konsep keadilan restoratif, menghadirkan pendekatan hukum yang lebih membangun manusia.
“Ini bukan sekadar hukuman, tetapi cara agar pelaku memahami kesalahannya dan memperbaiki diri melalui kontribusi kepada masyarakat,” ujarnya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Sutini, Rabu (3/12).
Pihaknya juga menyoroti peran kunci pemerintah kabupaten/kota dalam memastikan pelaksanaan pidana kerja sosial berjalan sesuai prinsip yang ditetapkan.
“Kepala daerah harus memastikan tempat kerja sosial itu bermanfaat, tidak merendahkan martabat, dan tidak dikomersialkan. Pengawasan melekat ada di daerah, dan pelaksanaannya wajib dilaporkan ke Kejaksaan,” tegasnya.
Gubernur turut mengingatkan agar pemerintah daerah menjaga lokasi kerja sosial dari potensi penyimpangan atau praktik transaksional.
“Ini penting karena menyangkut asas keadilan bagi terpidana, dan kepercayaan publik terhadap sistem hukum,” lanjutnya.