Sidang tata kelola minyak, saksi sebut tak ada larangan jual minyak di bawah 'bottom price'
Manajer Industrial Sales PT Pertamina Patra Niaga (PPN) Januari 2022-Juli 2023, Donny Indrawan, menyebut tidak ada aturan internal Pertamina yang melarang penjualan minyak di bawah bottom price.
Sumber foto: Supriyarto Rudatin/elshinta.com.
Manajer Industrial Sales PT Pertamina Patra Niaga (PPN) Januari 2022-Juli 2023, Donny Indrawan, menyebut tidak ada aturan internal Pertamina yang melarang penjualan minyak di bawah bottom price.
Hal tersebut, disampakan Donny saat dihadirkan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di PT Pertamina Persero. Duduk sebagai terdakwa yaitu Riva Siahaan, Maya Kusmaya, dan Edward Corne.
"Sepengetahuan saya tidak ada (aturan yang melarang penjualan minyak di bawah bottom price)" kata Donny dalam ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (18/12/2025).
Dia juga menegaskan bahwa tidak ada ketentuan yang menghadirkan bahwa kontrak penjualan solar harus di atas bottom price.
Lebih lanjut, Donny mengatakan, bottom price yang ada diterbitkan khusus untuk transaksi konsumen spot atau pembeli yang tidak memiliki kontrak panjang. Katanya, bottom price hanya dijadikan referensi dan tidak mengikat pada setiap konsumen, dan akan diubah setiap dua minggu.
"Tadi seperti yang saya sampaikan, kita kan menggunakan bottom price, tidak menggunakan bottom price untuk konsumen kontrak," tandasnya seperti dilaporkan Reporter Elshinta, Supriyarto Rudatin, Kamis (18/12).
Sementara itu, Key Account Mining PT Pertamina (Persero) Arindra Dita Primaloka mengatakan, penjualan menggunakan bottom price masih memberikan keuntungan karena terdapat margin. Dan, dalam kontrak jangka panjang tidak ada keharusan menggunakan bottom price.
"Karena bottom price hanya digunakan untuk spot," tutur Arindra.
Sedangkan mantan Direktur Komersial dan Trading PT PPN, Mas'ud Hamid menegaskan, penjualan solar industri dengan harga di bawah bottom price tidak menimbulkan kerugian bagi perusahaan dan diperbolehkan.
"Yang tidak boleh itu PT PPN menjual solar industri di bawah harga pokok produksi (HPP)," ucap Ma'sud.
Dalam perkara ini, tiga terdakwa dihadapkan ke persidangan, yakni Riva Siahaan, Maya Kusmaya, dan Edward Corne. Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung, para terdakwa disebut menyetujui kontrak penjualan minyak di bawah bottom price yang dinilai menimbulkan kerugian.
Jaksa Penuntut Umum Andi, di sela persidangan menyatakan pihaknya menemukan adanya dugaan penjualan solar dari Pertamina kepada sejumlah konsumen, termasuk perusahaan, dengan harga di bawah bottom price.
Menurut Andi, terdapat kontrak penjualan dengan harga di bawah biaya pokok produksi atau harga perolehan produksi. Kondisi tersebut, menurutnya menunjukkan tidak adanya evaluasi yang memadai terhadap kontrak yang berjalan.
Ia juga menanggapi keterangan saksi mengenai pembaruan bottom price yang dilakukan setiap dua minggu. Andi menilai, kontrak jangka panjang seharusnya disertai mekanisme evaluasi berkala apabila terjadi perubahan harga acuan.
“Kalau setiap dua minggu ada perubahan harga, seharusnya kontrak itu dievaluasi. Ini kontraknya jangka panjang, sampai lima tahun, tetapi tidak ada evaluasi meski bottom price berubah,” ucapnya.


