Isu sawit harus dilihat proporsional, penegakan hukum dan tata ruang kunci cegah bencana
Guru Besar IPB sekaligus pakar agribisnis dan kebijakan pembangunan, Prof. Bayu Krisnamurthi
Guru Besar IPB sekaligus pakar agribisnis dan kebijakan pembangunan, Prof. Bayu Krisnamurthi mengajak publik dan para pembuat kebijakan untuk melihat isu sawit secara lebih proporsional dan berimbang, terutama dalam kaitannya dengan bencana banjir yang melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Hal tersebut disampaikan Prof. Bayu dalam wawancara bersama Elshinta, Senin (29/12/2025).
Menurut Prof. Bayu, penyederhanaan penyebab bencana dengan langsung menyalahkan sawit justru berpotensi menutup akar persoalan yang lebih mendasar, yakni lemahnya tata kelola sumber daya alam, pelanggaran hukum, serta buruknya perencanaan ruang.
“Menyalahkan satu komoditas tidak akan membuat kita belajar. Yang harus dibenahi adalah bagaimana kita mengelola sumber daya alam dengan menjaga keseimbangan hidrometeorologi,” ujarnya.
Ia menekankan, data dan fakta lapangan menunjukkan air bah berasal dari wilayah hulu dan membawa gelondongan kayu, yang mengindikasikan adanya persoalan serius pada kawasan dataran tinggi dan hutan, bukan semata pada perkebunan sawit yang umumnya berada di dataran menengah hingga rendah.
“Air bah itu datang dari daerah tinggi. Sawit bukan tanaman dataran tinggi. Fakta-fakta ini penting dilihat agar kebijakan tidak keliru sasaran,” jelas Prof. Bayu.
Lebih lanjut, Prof. Bayu menegaskan bahwa jika terdapat pembukaan lahan yang menyalahi aturan, termasuk di kawasan miring, kawasan lindung, atau tanpa memperhatikan tata kelola air, maka yang harus ditindak tegas adalah praktik ilegalnya, bukan komoditas sawitnya.
“Kalau ada pelanggaran, yang harus diperangi adalah ilegalitasnya. Mau dipakai untuk sawit atau tanaman lain, kalau tidak sesuai ketentuan, harus dikoreksi,” tegasnya.
Prof. Bayu juga menyoroti pentingnya segera dilakukan audit lingkungan dan audit bentang alam di wilayah terdampak bencana agar pemerintah memiliki dasar kuat dalam menyusun kebijakan pemulihan dan pencegahan bencana ke depan.
Di sisi lain, ia mengingatkan bahwa sawit merupakan sektor strategis yang menopang kehidupan jutaan rakyat, mendorong pembangunan daerah, serta berperan besar dalam ketahanan energi dan industri nasional.
Oleh karena itu, kebijakan terhadap sawit harus dirumuskan secara adil, berbasis data, dan tidak terjebak pada stigma. “Pendekatannya harus seimbang: penegakan hukum yang tegas, perencanaan ruang yang baik, dan pengelolaan lingkungan yang benar, tanpa mengorbankan sektor yang menjadi tumpuan hidup jutaan masyarakat,” pungkas Prof. Bayu. (Ter)


