Perangi bullying, Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas PPAPP ajak seluruh pihak bersinergi perkuat ketahanan keluarga
Foto: Ivan Iskandaria/Reporter Elshinta
Bullying dan kekerasan, merupakan persoalan serius yang meninggalkan dampak jangka panjang pada kehidupan anak, tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara psikologis, sosial, bahkan dapat memengaruhi masa depan anak.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan perhatian seluruh pihak dalam mencegah dan menangani persoalan bullying secara sistematis dan berkelanjutan, Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) Provinsi DKI Jakarta menggelar Talkshow dengan tema “Stop Bullying dan Kekerasan melalui Ketahanan Keluarga untuk Mewujudkan Generasi Emas 2045” di Gedung UPT PPPA, Pulo Gadung, Jakarta Timur.
Kepala Dinas PPAPP Provinsi DKI Jakarta, Iin menegaskan bahwa Pemprov DKI Jakarta berkomitmen untuk terus memperkuat ketahanan keluarga dan perlindungan anak, di antaranya dengan menyusun peraturan daerah (Perda) mengenai Pembangunan Keluarga dan Penyelenggaraan Kabupaten/Kota Layak Anak.
”Berbagai program dan kebijakan terus kami dorong, meliputi penguatan pengasuhan positif, pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, peningkatan layanan perlindungan, serta penguatan peran masyarakat dalam menciptakan lingkungan aman dan ramah anak,” jelas Kadis Iin dalam sambutannya saat membuka acara Talkshow, seperti dilaporkan Reporter Elshinta, Ivan Iskandaria.
Meski begitu, Kadis Iin menekankan bahwa pemerintah tidak dapat bekerja sendiri, dalam upaya menghentikan bullying dan kekerasan membutuhkan kolaborasi lintas sektor dan partisipasi aktif seluruh masyarakat, terutama melalui peran keluarga.
“Keluarga sebagai benteng pertama dan utama dalam membentuk karakter anak, memegang peran sangat strategis dan penting dalam mempersiapkan serta mencetak generasi yang tangguh dan berkualitas menuju Generasi Emas 2045,” tambah Kadis Iin.
Kadis Iin menuturkan ada 8 fungsi keluarga yang penting untuk diterapkan dalam keluarga dan menjadi kunci utama dalam mencegah terjadinya bullying juga kekerasan, di antaranya yaitu fungsi agama, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, dan lingkungan.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta, Rany Mauliani, menegaskan bahwa kunci membangun ketahanan keluarga adalah dengan menumbuhkan ketahanan pribadi yang kuat pada anak, sehingga anak mampu menghadapi tantangan yang dialami di luar rumah, termasuk perundungan di lingkungan sekolah.
“Langkah penguatan ketahanan keluarga ini, diharapkan dapat memutus rantai bullying dan membentuk generasi emas yang memiliki karakter kuat, bijaksana, dan tangguh. Bullying terjadi hampir di seluruh wilayah dan dibutuhkan sinergi semua pihak, mulai dari pemerintah hingga keluarga, yang sangat penting dalam pencegahan kekerasan anak di Jakarta,” ungkap Rany.
Pada Talkshow ini, hadir tiga narasumber yang masing-masing memaparkan materi terkait pentingnya ketahanan keluarga dalam mencegah bullying serta kekerasan terhadap anak.
Direktur Bina Ketahanan Remaja Kemendukbangga/BKKBN, Edi Setiawan, memaparkan pentingnya peran keluarga melalui 8 Fungsi Keluarga, agar remaja memiliki ketahanan diri yang kuat di tengah tantangan zaman. “Keluarga memiliki peran penting dalam menanamkan sifat mudah bersyukur dan rendah hati, sehingga dapat mencegah kecenderungan anak menjadi pelaku bullying,” ungkap Edi.
Sementara itu, Penelaah Teknis Kebijakan Kementerian Pendidikan dasar dan Menengah RI, Puput Mutiara memaparkan bahwa Kemendikdasmen RI terus berupaya melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan, yakni dengan mewujudkan Budaya Sekolah Aman dan Nyaman, melalui materi pembelajaran Modul Pembiasaan Karakter Hebat, Buku Saku Literasi Digital bagi Orang Tua, Modul Pembiasaan Karakter Hebat Jenjang PAUD, serta hadirnya program pengembangan potensi murid sebagai “Sahabat Hebat” yang mampu menjadi pendukung bagi teman-temannya.
Penulis Buku serta Pemerhati Isu Bullying pada Anak, Waitatiri menyampaikan bahwa bullying dibentuk dari berbagai faktor penyebab, salah satunya pola asuh dalam keluarga yang menormalisasi kekerasan dan sikap tidak peduli pada anak. Hal ini turut menimbulkan sikap yang sama pada anak. Untuk itu, Waitatiri menekankan pentingnya kehadiran orang tua agar menjadi pendengar yang baik bagi anak, tidak menyalahkan, dan memprioritaskan keamanan anak.


