Dirjen Otda Kemendagri sebut implementasi Otonomi Daerah 2025 masih on the track

Update: 2025-12-17 15:00 GMT

Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat

Elshinta Peduli

Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mengadakan diskusi refleksi implementasi otonomi daerah 2025 dengan tema: Otonomi Daerah di Ujung Jalan?

Seperti diketahui, Otonomi Daerah (Otda) merupakan salah satu agenda reformasi 1998. Sistem ini menjadi struktur kesempatan bagi daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan sesuai peraturan perundang-undangan.

Tujuan utamanya, melalui Otda, daerah mampu mengakselerasi pencapaian kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan publik, partisipasi masyarakat, pemberdayaan warga, dan daya saing daerah

Menanggapi sejumlah catatan KPPOD, Dirjen Otda Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) Akmal Malik menyebutkan implementasi otonomi daerah 2025 memiliki tren positif.

"Walaupun sempat anjlok di tahun 2020, pertumbuhan ekonomi kita, buktinya meningkat terus. Artinya apa? Tren jalan otonomi daerah ini masih on the right track,” papar Akmal, di Jakarta, Rabu (17/12/25).

Akmal juga menjelaskan dilihat dari persentase kemiskinan juga terjadi penurunan secara signifikan.

"Hampir semua provinsi menunjukkan gejala turun. Dari 38 provinsi, mulai dari Aceh sampai dengan Papua dan itu menunjukkan tren penurunan,” ujarnya.

"Walau memang secara presentase ada yang tajam, ada yang landai. Tapi artinya tren tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan on the right track,” tambahnya.

Lebih lanjut dalam diskusi ini, KPPOD mencatat refleksi implementasi Otomoni Daerah dengan tren positif.

Elshinta Peduli

Selama lebih dari dua dekade, sistem ini menunjukkan sejumlah kemajuan antara lain, peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), munculnya sejumlah pemimpin perubahan di daerah, tata kelola menjadi instrumen membangun daya saing dan mengejar ketertinggalan dari daerah lain (KPPOD, 2016), dan hadirnya beragam inovasi di level lokal.

Namun, sejumlah kajian KPPOD juga menampilkan sketsa masalah struktural, baik pada aras prakondisi (kepemimpinan, kebijakan, hubungan pusat-daerah), maupun pada level dimensi desentralisasi (fiskal, ekonomi, administrasi, dan politik).

Misalnya, pembagian, penyerahan, dan atau pelimpahan urusan yang seragam (simetris) ke daerah tidak didukung kapasitas pelaksanaan (SDM, infrastruktur), dan menciptakan gap antar-daerah terjadi ketimpangan besar dalam kapasitas fiskal antar daerah. Yaitu daerah kaya sumber daya alam kurang berpartisipasi dan representasi masyarakat dalam pengelolaan kebijakan publik di daerah, masih belum maksimal.

Penulis: Rizky Suwito/Ter

Elshinta Peduli

Similar News