Pengamat: Proses seleksi bakal calon dekan UI harus bebas intervensi
Proses seleksi sejumlah bakal calon dekan di Universitas Indonesia (UI) dan Vokasi UI periode 2025–2029 harus bebas dari intervensi.
Proses seleksi sejumlah bakal calon dekan di Universitas Indonesia (UI) dan Vokasi UI periode 2025–2029 harus bebas dari intervensi.
Hal tersebut dikatakan oleh pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah dalam keterangannya, Kamis.
Ia mengimbau agar proses pemilihan dekan di seluruh fakultas di UI benar-benar terbebas dari praktik politik aliran maupun intervensi kekuasaan.
Trubus mengajak semua pihak menjadikan momentum pemilihan dekan ini sebagai ajang memperkuat tradisi akademik di UI.
"UI harus menunjukkan teladan dalam menjaga integritas akademik, memilih pemimpin fakultas yang visioner, dan memastikan universitas tetap berdiri sebagai mercusuar ilmu pengetahuan,” ujarnya.
Para bakal calon dekan yang telah dinyatakan lolos tahap verifikasi administrasi kini melangkah ke tahap berikutnya, yakni asupan publik serta pemaparan visi dan misi.
Tahapan asupan publik akan berlangsung selama 1 bulan sampai 13 November 2025.
Pada tahapan ini publik baik internal yaitu sivitas dan warga UI, serta publik eksternal dari berbagai kalangan dan latar belakang diperkenankan memberikan asupan publik terhadap para calon tersebut.
Hal ini diharapkan mampu mendorong transparansi serta membuka ruang partisipasi lebih luas.
Menurut dia, jabatan dekan bukanlah panggung politik, melainkan amanah akademik.
“Kampus ya harus bebas intervensi dan memang harus mencerminkan jiwa-jiwa akademik. Itu yang harus ditekankan,” kata Trubus.
Ia menilai aneh bila kampus negeri justru terjerumus pada politik aliran dan praktik intervensi di level pemilihan dekan.
“Kalau ada intervensi dan intrik tingkat sekelas kampus dan fakultas menurut saya aneh. Harusnya kan bagaimana dia bisa mengembangkan kampus ke depan dengan menjaga nilai-nilai yang dijunjung di kampus UI,” ujarnya.
Trubus juga menegaskan bahwa UI tidak boleh menjadi sarang kepentingan politik, melainkan tetap teguh sebagai sarang intelektual.
“Kalau kampus ditarik ke politik praktis, yang rugi itu mahasiswa, dosen, dan masyarakat. Universitas harus fokus menjadi benteng ilmu pengetahuan dan tempat melahirkan gagasan besar untuk bangsa,” tegasnya.