Saran psikolog jika tuntutan pekerjaan timbulkan stres
Pekerja industri nikel mengendarai sepeda motor usai bekerja di kawasan PT IMIP di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, Rabu (3/1/2024) (ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah)
Psikolog klinis dewasa lulusan Universitas Indonesia Teresa Indira Andani MPsi Psikolog mengatakan pekerja garda terdepan seperti awak media, tenaga kesehatan dan keamanan rentan memiliki risiko stres yang lebih tinggi. Terlebih di situasi yang tidak menentu, paparan informasi, tuntutan pekerjaan dan situasi di lapangan yang penuh tekanan bisa menguras energi dan mental.
Untuk meredakan timbulnya stres yang di akibatkan karena tuntutan pekerjaan, Teresa memberikan beberapa hal yang bisa membantu, salah satunya menjaga rutinitas kecil yang menyenangkan.
“Misalnya mencoba mengupayakan tidur berkualitas, tetap makan teratur, atau aktivitas fisik ringan, meski situasi sedang tidak ideal” kata Teresa kepada ANTARA, Senin.
Ia juga menyarankan untuk memiliki ruang aman, yang mana para pekerja yang rentan terpapar kondisi tidak kondusif di lapangan bisa mengekspresikan emosi tanpa dihakimi.
Cara ini bisa melibatkan rekan kerja, bercerita dengan keluarga terdekat atau melibatkan tenaga profesional. Selain itu, dukungan dari institusi tempat bekerja juga menyediakan dukungan supervisi yang sehat untuk menjaga kesejahteraan pekerjanya.
“Institusi tempat mereka bekerja sebaiknya juga menyediakan dukungan, seperti supervisi yang sehat, lewat aturan jam kerja yang wajar, kesempatan istirahat sejenak saat tugas, atau kebijakan cuti istirahat bila diperlukan."
Teresa mengatakan lingkungan kerja dan sistem pendukung yang kuat akan sangat menentukan tingkat kecemasan atau stres yang dialami. Selain itu, emosi yang tertahan lama kelamaan akan meluap dan berdampak kepada sekitarnya sehingga memang perlu disalurkan dengan cara yang sehat meski di tengah tekanan.
Cara lain yang bisa dilakukan dengan rehat sejenak dari pekerjaan atau mengatur jeda waktu mengakses media sosial tempat di mana terlalu banyak informasi berita tidak nyaman.
Jika perasaan sudah mulai terasa sesak, Teresa merekomendasikan hal-hal sederhana seperti keluar sebentar untuk berjalan kaki sambil merasakan langkah dan udara sekitar, menarik napas dalam, menulis apa yang dirasakan, berbagi cerita dengan orang yang dipercaya, atau melakukan aktivitas ringan yang membuat tubuh bergerak.
“Dengan cara itu, emosi bisa perlahan terurai, tubuh lebih lega, dan hubungan dengan orang lain tetap terjaga,” kata psikolog di Vajra Gandaria ini.
Selain mengelola emosi secara pribadi, Teresa mengatakan perlu dukungan dari pihak berwenang agar menunjukkan empati dan merespons keresahan yang ada. Jika upaya individu dan pemangku kebijakan sebagai pihak berwenang berjalan beriringan maka beban emosional masyarakat akan terasa lebih ringan karena tidak harus ditanggung sendiri.
“Dengan kata lain, munculnya berbagai emosi di masyarakat juga mencerminkan kondisi sosial, politik, dan kebijakan publik yang sedang berlangsung. Jadi, pengelolaan emosi memang penting di tingkat personal, tetapi tanggung jawab menciptakan lingkungan yang lebih sehat tetap harus dibagi bersama, termasuk oleh para pemangku kebijakan,” kata Teresa Indira.