Merawat gigi merupakan proses belajar yang membutuhkan konsistensi

Update: 2025-09-12 12:00 GMT

Dokter gigi memeriksa kesehatan gigi dan mulut siswa SD saat bakti sosial bertajuk Menuju Indonesia Bebas Karies di SMPN 3 Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Jumat (12/9/2025). Kegiatan bakti sosial yang diikuti 1.000 siswa SD dan SMP tersebut bertujuan untuk memberikan edukasi serta kampanye peduli kesehatan gigi sejak dini serta bentuk dukungan terhadap program Indonesia bebas karies 2030 sekaligus memperingati Hari Kesehatan Gigi dan Mulut Nasional (HKGN) 2025. ANTARA FOTO/Abdan Syakura/tom.

 Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Dr. drg. Mochamad Fahlevi Rizal, SpKGA SubSpPKOA mengatakan bahwa merawat gigi yang benar bukan sekadar kebiasaan namun merupakan proses belajar dan membutuhkan konsistensi.

“Selain kebiasaan, teknik menyikat yang benar juga merupakan proses belajar yang tidak bisa langsung baik caranya dalam waktu singkat. Konsisten adalah hal yang utama,” ujar Fahlevi saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Jumat.

Dokter Fahlevi pun memberikan contoh yakni bayi yang biasa dibersihkan gusinya menggunakan kasa setelah minum susu sejak awal, padahal giginya belum tumbuh saat itu, dan hal itu tidak masalah ketika mulai menggunakan sikat gigi saat gigi sudah tumbuh.

Anak yang baru diajarkan membersihkan mulut saat gigi sudah tumbuh cenderung tidak nyaman karena adanya sikat masuk ke rongga mulut, bisa mual atau aksi menolak lainnya. Sementara terkait cara menyikat gigi yang benar, terutama bagi anak yang gemar mengonsumsi makanan dan minuman manis, ia menjelaskan bahwa dua hal yang berbeda yang keduanya perlu menjadi perhatian.

“Makanan manis merupakan sumber energi bagi bakteri penyebab gigi berlubang. Semakin banyak konsumsi makan manis maka risiko karies meningkat,” katanya lagi.

Oleh sebab itu terkait konsumsi makanan manis menjadi tanggung jawab orang tua untuk mengatur asupan pada anak sejak dini. Sementara terkait cara menyikat gigi, ia menambahkan bahwa yang diperlukan adalah mengenai seluruh permukaan gigi, untuk anak-anak tidak ada gerakan khusus.

“Yang penting semua permukaan terkena sikat gigi dan plak hilang dari permukaan gigi,” tegasnya.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan 52,67 persen atau 180.771 anak sekolah yang mengikuti Program Cek Kesehatan Gratis (CKG) Sekolah ditemukan memiliki karies atau gigi berlubang dan jumlah anak dengan tiga atau lebih gigi berlubang sebanyak 43 ribu.

"Kalau kita bandingkan dengan penyakit lain, karies itu selalu menjadi nomor 3 atau menjadi nomor 2 dari pada penyakit gigi yang kita temukan," kata Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes Siti Nadia Tarmizi dalam rangka Hari Kesehatan Gigi dan Mulut Nasional 2025 di Jakarta, Kamis.

Dia juga menyoroti tingginya kasus karies pada orang dewasa. Ia mengatakan 45,75 persen peserta Cek Kesehatan Gratis (CKG) berusia 18 tahun ke atas yang mendapatkan skrining mulut dan gigi ditemukan mengalami karies, disusul masalah-masalah lain seperti gigi hilang, gigi goyang, dan penyakit periodontal.

Tags:    

Similar News