Psikolog ingatkan kontrol diri jadi kunci cegah anak kecanduan gawai
Psikolog yang tergabung dalam Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Samanta Elsener M.Psi menekankan pentingnya menumbuhkan kemampuan anak dalam mengendalikan diri agar terhindar dari kebiasaan bermain gawai secara berlebihan.
Sumber foto: Antara/elshinta.com.
Psikolog yang tergabung dalam Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Samanta Elsener M.Psi menekankan pentingnya menumbuhkan kemampuan anak dalam mengendalikan diri agar terhindar dari kebiasaan bermain gawai secara berlebihan.
Samanta mengatakan bahwa meski waktu ideal bermain gawai untuk kebutuhan hiburan maksimal dua jam per hari, kenyataannya banyak anak dan remaja tetap mencari celah untuk menggunakan gawai di luar pengawasan orang tua.
"Kalau kita bicara ideal (waktu bermain gawai) maksimal dua jam tapi kita tahu anak-anak dan remaja itu suka colongan. Jadi sudah sangat kreatif, bisa sambil curi waktu di sekolah, saat lagi mandi, dan lain-lain ketika tidak dalam pengawasan orang tua," kata Samanta di Jakarta Selatan, Kamis.
Samanta menjelaskan bahwa kunci pengendalian penggunaan gawai bukan hanya pada aturan waktu, tetapi pada kemampuan anak mengembangkan kontrol diri.
Menurutnya, kontrol diri tersebut terbentuk ketika orang tua aktif berdialog dengan anak untuk mengingatkan batas waktu bermain gawai.
"Jadi sebetulnya balik lagi bagaimana kita bisa mengajarkan mereka kontrol diri dari kita ngobrol sama mereka. Ketika kita ngobrol sama mereka, mereka punya pemahaman, dan akhirnya itu menjadi kontrol diri mereka kalau waktunya (bermain gawai) 2 jam ya udah 2 jam," ujarnya.
Untuk melindungi anak dari dampak negatif paparan gawai, Samanta mendorong orang tua memperkuat literasi digital, termasuk memahami cara kerja algoritma konten dalam platform digital.
Dia memberi contoh bahwa ketika seseorang menonton satu video hingga selesai, platform akan terus menampilkan konten serupa. Karena itu, orang tua perlu tahu cara mengatur algoritma agar dapat mengarahkan anak pada konten yang lebih aman dan sesuai usianya.
Samanta juga mendukung pemberlakuan aturan pembatasan akses media sosial bagi anak di bawah umur yang sudah diterapkan di Indonesia
Dia menilai, kebijakan tersebut penting untuk melindungi remaja dari paparan konten negatif yang berpotensi mempengaruhi perilaku maupun keselamatan mereka.
Samanta juga menekankan bahwa pada tahap awal masa remaja, hormon dan otak sedang mengalami perkembangan pesat, sehingga mereka sangat rentan terhadap pengaruh konten digital.
“Kita tidak mau anak-anak remaja ini semakin terpapar konten-konten negatif yang bisa membahayakan mereka dan teman-temannya mereka,” tegasnya.