Melatih badminton sampai ke negeri China

Update: 2025-10-07 01:20 GMT

Suasana berlatih badminton di Bomington Badminton School, kota Tianjin, China. (ANTARA/Desca Lidya Natalia)

 "Gāo yīdiǎn, gāo yīdiǎn," teriak Akbar Bayu Saputra (29) sambil mengayunkan raket untuk memberikan pukulan lob dengan tangan kanan sementara tangan kirinya sibuk memegang beberapa kok badminton. Di hadapannya, seorang gadis kecil bergegas menyambut pukulan lob yang terbang tinggi jauh di atas tinggi badannya tapi melayang menuju ke arahnya, segera ia berupaya memukul lebih tinggi seperti perintah Bayu.

"Gao yīdiǎn" dalam bahasa Mandarin berarti "angkat lebih tinggi" dan Bayu adalah pelatih si anak di klub badminton di kota Tianjin, China bagian utara.

Bayu adalah satu dari sembilan orang pelatih badminton asal Indonesia yang bekerja untuk Bomington Badminton School yang berlokasi di distrik Binhai, Tianjin.

Klub tersebut memiliki sejumlah kelas, yang umum adalah kelas kompetisi maupun kelar regular. Kelas kompetisi hanya untuk usia di bawah 10 tahun itu pun dibagi menjadi kelas cadangan A dan cadangan B, sedangkan kelas regular ada anak-anak maupun dewasa.

Kelas regular terbagi lagi menjadi kelas "basic" dan "middle" yang disesuaikan dengan kemampuan masing-masing anak. Terdapat juga kelas privat yang hanya melatih satu individu tertentu. Anak-anak yang dapat mendaftar ke klub tersebut dengan batas usia termuda adalah 4 tahun. Pada usia tersebut, sang anak biasanya masih belajar untuk memegang raket dan menangkap bola.

Jumlah anak setiap kelasnya bervariasi dengan maksimal 20 anak. Bomington Badminton School memiliki dua gedung olahraga khusus badminton. Satu gedung berisi 9 lapangan yang dapat dipakai pada Senin-Jumat sedangkan satu gedung lagi berisi 15 lapangan yang biasa digunakan pada akhir pekan. Semuanya berada di distrik Binhai, kota Tianjin.

Awal mula melatih

Saat kami menemui Bayu dan Ilham Muhammad Ramdan (28), sesama pelatih asal Indonesia di klub yang sama, Bayu menyebut sudah menjadi pelatih badminton di Tianjin sejak 2016.

"Sebelumnya saya memang pemain badminton di klub Mutiara Cardinal Bandung, tapi karena tidak masuk ke pelatnas saya lalu diajak teman untuk melatih badminton juga di satu klub di Semarang," kata Bayu.

Saat melatih di Semarang itulah, seorang teman sesama pemain badminton Indonesia menyapanya di media sosial dan bertanya apakah ia mau menjadi pelatih badminton di China. Meski awalnya Bayu berpikir tawaran tersebut hanya basa-basi, ia pun menyanggupi ajakan tersebut dan melengkapi syarat-syarat yang dibutuhkan dan ternyata membawanya ke Tianjin.

Bayu masih mengingat dengan jelas saat-saat pertama ia pergi keluar negeri langsung ke China.

"Paling utama kesulitan di bahasa, karena di sini harus menggunakan bahasa Mandarin. Tantangan lain adalah ke murid di sini harus tegas, jadi saat melatih, pelatih harus aktif bicara," ungkap Bayu.

Bayu yang mengaku awalnya sama sekali tidak bisa berbahasa Mandarin. Ia pun mulai belajar Mandarin sambil melihat rekannya sesama pelatih lainnya. Bila ia harus mengomentari bentuk pukulan anak didiknya tapi tidak bisa menemukan kata yang tepat, maka ia menggunakan bahasa isyarat untuk memperbaiki gerakan.

"Karena teknis yang benar adalah yang dicari di sini," ungkap Bayu.

Bahkan Bayu mengaku pernah diminta salah satu orang tua dari muridnya agar memukul sang anak didik bila pukulannya meleset. Bayu menyebut pelatih memegang raket kemudian memukul murid dengan pegangan raket adalah hal yang biasa.

"Awal-awal datang agak kaget karena orang tua malah marah kalau saya 'lembek' melatih anak mereka. Sampai saya melihat betis anak usia 6-7 tahun kebiruan karena dipukul gagang raket. Tentu saya tidak tega," cerita Bayu.

Namun, akhirnya karena ia saat itu sempat ditegur pelatih kepala karena "kurang galak" maka Bayu suatu kali mendorong seorang anak sampai terjungkal, tapi ternyata ayah sang anak malah berterima kasih kepadanya karena sudah memperhatikan anaknya.

Meski begitu, Bayu pun tetap menyempatkan diri untuk bercanda dengan anak didiknya seusai latihan untuk mengurangi ketegangan. Orang tua memang dibolehkan untuk menunggu anak-anak mereka berlatih di pinggir lapangan, sehingga selain diperhatikan pelatih, anak-anak juga dipantau langsung para orang tua mereka.

Anak-anak di China, ungkap Bayu, punya jadwal yang ketat. Selain sekolah sejak pagi, mereka juga punya jadwal les baik pelajaran maupun les lainnya hingga sekitar pukul 15.00, kemudian anak didiknya berlatih badminton pada pukul 16.00 - 18.00 sesuai dengan hari yang mereka pilih.

Proses adaptasi Bayu hingga benar-benar "kerasan" dan melatih dengan baik berlangsung hingga satu tahun. Ia pun mempelajari secara mandiri bagaimana harus ke tempat latihan sendiri, mengendarai sepeda listrik, dan pergi ke tempat-tempat lain.

Untuk "kurikulum" latihan, Bayu mengatakan dibuat secara konsensus oleh para pelatih berdasarkan kondisi kelas maupun target latihan.

Sebelum memulai latihan, para pelatih pun melakukan "briefing" terlebih dahulu mengenai menu latihan hari itu. Karena Bayu sudah cukup "senior" di klub tersebut, Bayu termasuk menjadi salah satu pelatih yang menentukan menu harian latihan.

Kerja dengan "passion"

Sementara itu, Ilham baru memulai karir sebagai pelatih badminton di klub tersebut pada April 2024 atau sekitar 1,5 tahun lalu.

"Saya juga sebelumnya atlet badminton tapi hanya sampai kejuaraan daerah tingkat pelajar saja, kemudian malah kerja di pabrik, tapi tetap main badminton," ungkap Ilham.

Ia mengatakan tetap menyukai badminton termasuk dengan melatih orang-orang di pabriknya untuk bermain badminton. Meski begitu Ilham mengaku kurang kerasan bekerja di pabrik. Saat Bayu menawarinya untuk melatih badminton di Tianjin, ia pun langsung menyanggupi.

Perbedaan saat melatih badminton di Indonesia dan China menurut Ilham adalah ketepatan waktu yang harus dipatuhi di China. Ilham menyebut pelatih setidaknya harus sudah tiba di lapangan sekitar 10 menit sebelum waktu latihan untuk "briefing" dan persiapan lain.


"Terlambat 1-2 menit tidak enak dengan orang tua murid, karena kadang orang tua suka mengeluh 'Kok pelatih telat?' kemudian juga tidak boleh sambil bermain ponsel," jelas Ilham.

Waktu libur Bayu dan Ilham adalah hari Kamis karena tidak ada kelas pada hari tersebut, tapi bila ada murid yang meminta kelas privat mereka tetap harus datang.

"Tapi karena 'passion' jadi senang saja menjalaninya," kata Ilham.

Anak didik Bayu dan Ilham juga berlatih serius karena bila mereka berbakat dan serius berlatih sehingga bisa masuk ke kompetisi badminton tingkat daerah, bahkan nasional, maka mereka punya kesempatan untuk bisa masuk ke universitas lewat jalur tanpa tes.

"Sertifikat untuk ke universitas biasanya jadi target mereka," ungkap Bayu.

Sedangkan dari klub sendiri, biasanya klub menargetkan mendapat 3 emas dari kompetisi tingkat daerah untuk kelas U-9, U-11 dan U-13. Selain terpengaruh dengan kedisiplinan dan ketegasan berlatih, Bayu mengatakan ia berusaha memberikan nuansa Indonesia kepada para anak didiknya.

"Saya mengajar sopan santun sejak awal di kelompok saya. Misalnya saya minta mereka mengambil sesuatu lalu saya katakan 'xie xie' (terima kasih), jadi saat dia minta bola dari saya juga dia harus menyampaikan terima kasih, kemudian kalau mau pulang dari latihan juga menyampaikan salam," cerita Bayu.

Sementara itu Ilham mengaku masih perlu belajar bahasa Mandarin sehingga belum dapat benar-benar memberikan gaya "Keindonesiaan". Namun, ia menegaskan bahwa sikap tegas dan disiplin di China menjadi salah satu hal yang juga ingin ia terapkan di Indonesia.

Saat waktu menunjukkan pukul 15.30 waktu setempat, Bayu dan Ilham sudah bergegas untuk berangkat ke lapangan. Saat sampai di lapangan sudah banyak anak-anak dan orang tua yang menunggu anak-anak mereka.

Ketika anak dan pelatih sibuk mengayunkan raket, para orang tua juga sibuk merekam gerakan anak-anak mereka memukul. Seorang ibu juga sigap menyeka hidung anaknya yang tiba-tiba mimisan, tapi anak tersebut pun tetap melanjutkan latihan.

Berlatih badminton dengan tujuan mencapai prestasi tinggi memang butuh dukungan fasilitas, pelatih, keluarga dan tentu saja "passion" untuk terus memukul kok lebih akurat dan dengan teknik yang benar.

Tags:    

Similar News