Bangunan SDN Najaten 1 di Garut ambruk akibat cuaca ekstrem
Bangunan ruang kelas belajar Sekolah Dasar Negeri (SDN) Najaten 1, Kecamatan Cibalong di Kabupaten Garut, Jawa Barat, ambruk akibat faktor usia bangunan dan cuaca ekstrem yang melanda daerah itu pada Senin dini hari.
Sumber foto: Antara/elshinta.com.
Bangunan ruang kelas belajar Sekolah Dasar Negeri (SDN) Najaten 1, Kecamatan Cibalong di Kabupaten Garut, Jawa Barat, ambruk akibat faktor usia bangunan dan cuaca ekstrem yang melanda daerah itu pada Senin dini hari.
Camat Cibalong Galih Mawariz membenarkan adanya bangunan atap sekolah yang ambruk dan beruntung kejadiannya sekitar pukul 02.30 WIB saat tidak ada kegiatan belajar mengajar.
"Kejadiannya tadi dini hari, bangunan atapnya semua ambruk," kata Galih saat dihubungi melalui telepon seluler di Garut, Senin sore.
Ia menuturkan sekolah yang berada di pelosok atau dengan jarak tempuh sekitar satu jam dari kantor kecamatan itu kondisinya sudah memprihatinkan.
Kejadian tersebut, kata dia, merupakan yang kedua kalinya. Sebelumnya sebulan lalu bagian ruangan lain sudah ambruk karena faktor usia dan cuaca ekstrem seiring musim penghujan.
"Ini kejadian yang kedua kali terjadi sebenarnya, kejadian pertama pada bulan kemarin satu kelas ambruk, sekarang ambruk lagi sisi kelas lainnya," kata Galih.
Ia menyampaikan jajarannya bersama unsur Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam) sudah mengecek langsung kondisi bangunan dan dipastikan tidak ada kegiatan belajar mengajar untuk menjaga keselamatan.
Pemerintah kecamatan, kata dia, sudah melaporkan kejadian tersebut ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut, yang selanjutnya dari Dinas Pendidikan Garut akan mengecek langsung kondisi bangunan.
"Sekarang sedang menunggu pengecekan oleh dinas, mudah-mudahan secepatnya bisa diperbaiki," katanya.
Ia menambahkan bangunan sekolah itu terakhir dibangun tahun 2000, yang memiliki empat ruang yakni satu ruang guru dan kepala sekolah, kemudian tiga ruang yang diberi sekat untuk ruang belajar kelas 1 sampai 6.
Sementara siswa yang berjumlah 90 orang itu, kata dia, belajarnya di rumah sampai batas waktu yang belum dapat ditentukan atau sampai ada tempat lain untuk kegiatan sekolah.
"Sementara dikosongkan dulu, tidak ada kegiatan belajar mengajar karena kondisinya sudah ambruk," kata Galih.