Warga Aceh Tengah tempuh jalan kaki ke Lhokseumawe mencari beras

Masyarakat Aceh Tengah menempuh perjalanan kaki menuju Kota Lhokseumawe untuk mencari beras karena masih terisolir akibat akses jalan nasional putus pascabencana banjir bandang dan tanah longsor.

Update: 2025-12-08 16:50 GMT

Sumber foto: Antara/elshinta.com.

Masyarakat Aceh Tengah menempuh perjalanan kaki menuju Kota Lhokseumawe untuk mencari beras karena masih terisolir akibat akses jalan nasional putus pascabencana banjir bandang dan tanah longsor.

Salah seorang warga Takengon, Roni (43) menceritakan, di Aceh Tengah, Senin mengatakan, ia bersama istrinya menempuh perjalanan penuh tantangan ke Lhokseumawe hanya demi membeli beras dan bahan sembako, BBM dan lainnya.

"Sebelumnya kami satu hari sudah tidak masak di rumah, tidak ada apapun lagi. Akhirnya terpaksa nekat pergi belanja ke Lhokseumawe," kata Roni.

Dia mengatakan, pascabencana ruas Jalan KKA sebagai satu-satunya akses terdekat menuju Kota Lhokseumawe telah lumpuh total. Banyak titik jalan amblas tergerus banjir dan tertimbun longsor.

Dari Takengon, ia menaiki sepeda motor sampai ke Kampung Buntul Kecamatan Permata Kabupaten Bener Meriah, dan menitipnya di rumah warga dengan membayar Rp10 ribu.

Kemudian, ia baru berjalan kaki dari Buntul sampai ke Kampung Kem Kecamatan Permata, Bener Meriah, menghabiskan waktu selama 2,5 jam pergi. Dan kembali lima jam lebih karena sudah membawa beban.

"Lalu, dari Kampung Kem, naik ojek warga dengan membayar Rp20 ribu sampai ke Kampung Buntul Sara Ine, Kecamatan Permata, Kabupaten Bener Meriah," ujarnya.

Dari sana, dia kemudian mengganti ojek untuk menuju ke kawasan Gunung Salak. Tarif ojek dari tempat tersebut menuju perbatasan Lhokseumawe-Bener Meriah sebesar Rp100 ribu.

"Dari situ dijemput sama keluarga langsung ke Lhokseumawe," katanya.

Sesampai di Lhokseumawe, Roni mengaku menginap semalam di rumah keluarga. Besoknya, langsung belanja kebutuhan untuk dibawa pulang.

Paling utama, lanjut dia, adalah membeli beras dan BBM karena khawatir dampak bencana di Aceh Tengah masih berlangsung lama.

"Yang dibeli beras lima sak, total 25 kilo. Terus gas melon satu tabung, Indomie satu dus, minyak goreng tiga liter, kecap tiga botol, minyak pertalite 10 liter," sebutnya.

Ayah empat anak ini mengaku nekat menempuh perjalanan tersebut karena ingin memastikan stok makanan untuk keluarganya aman selama masa darurat bencana.

Selama perjalanan tersebut, dia juga harus meninggalkan ke empat orang anaknya di Takengon, dititipkan kepada tetangga.

Saat memutuskan akan pergi belanja ke Lhokseumawe, kata Roni, kondisi di Takengon sudah mengalami krisis pangan. Beras tidak lagi dijual di pasar, termasuk BBM.

"Kalau kita cuma harap bantuan dari pemerintah gak bisa, tidak makan anak kita di rumah. Lambat kali pemerintah ini bergerak," demikian Roni.

Tags:    

Similar News