19 Desember 1993: Tragedi Haur Koneng di Jawa Barat

Update: 2025-12-19 01:50 GMT
Elshinta Peduli

Peristiwa Haur Koneng bermula dari konflik antara komunitas Haur Koneng dan pihak desa setempat. Komunitas Haur Koneng yang tinggal di Dusun Gunung Seureuh di Lembah Sirna Galih, di kaki Gunung Ciremai, Majalengka, menolak membayar pajak dan dilakukan sensus. Mereka menolak membayar pajak karena tanah di dunia ini adalah bumi Allah SWT, yang seharusnya tidak dikenai pajak.

Merespons penolakan tersebut, komunitas Haur Koneng dipanggil dan berujung pada insiden pemukulan kepada kepala desa. Kepala desa lantas membawa sengketa tersebut ke pihak kepolisian. Pada 28 Juli 1993, kepolisian mendatangi padepokan Haur Koneng untuk dimintai keterangan, tetapi terjadi bentrokan yang mengakibatkan terbunuhnya Kapolsek Bantarujeg, Serka Sri Ayeum. Kapolsek Serka Sri Ayeum tewas akibat tikaman senjata tajam. Akhirnya, polisi menarik diri dari lokasi padepokan.

Tepat keesokan harinya, polisi bersama tentara melakukan serbuan ke padepokan Haur Koneng. Saat itu, mereka membingkai bahwa Haur Koneng adalah aliran sesat yang mengancam keamanan dan menjustifikasi tembakan sebagai langkah pengamanan.

Komunitas Haur Koneng berusaha bertahan dari kepungan polisi dan tentara dengan mempersenjatai diri menggunakan golok, parang, sabit, atau pentungan. Tidak dapat menghalau serbuan, dua pengikut Haur Koneng meninggal di tempat, sedangkan dua orang lainnya, termasuk Abdul Manan, mengalami luka dan dilarikan ke rumah sakit.

Kasus Haur Koneng dibawa ke Pengadilan Negeri Majalengka, yang mengakibatkan beberapa pengikut tarekat ini dijatuhi hukuman. Termasuk di antaranya beberapa pengikut perempuan yang dihukum karena tidak menuruti perintah polisi dan tentara untuk menyerahkan diri.

Mereka dinyatakan bersalah atas penganiayaan terhadap kepala dusun dan menyebabkan kematian Serka Sri Ayem. Di sisi lain, pengadilan dan pemerintah Orde Baru tidak menyinggung sama sekali kematian Abdul Manan dan beberapa pengikutnya di tangan aparat.

Elshinta Peduli

Tidak hanya itu, tarekat Haur Koneng dianggap sesat oleh Departemen Agama dan disetujui oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kejaksaan Negeri juga melarang komunitas Haur Koneng melakukan kegiatan keagamaan melalui surat keputusan resmi. Tidak lama kemudian, tragedi yang menimpa belasan petani miskin anggota Haur Koneng di Majalengka, mendapatkan simpati setelah kasusnya diangkat oleh media. Banyak protes berdatangan tragedi ini dianggap sebagai kasus pelanggaran HAM.

Tags:    
Elshinta Peduli

Similar News