K-Hub Fellowship 2022, peningkatan kapasitas untuk 28 NGO perdamaian di Indonesia

Perkembangan teknologi yang masif belakang ini memberikan kemudahan akses terhadap akses informasi yang diterima oleh semua pihak, namun dibalik itu juga ada risiko yang harus diantisipasi.

Update: 2022-02-17 16:35 GMT
Sumber foto: Istimewa/elshinta.com
Elshinta Peduli

Elshinta.com - Perkembangan teknologi yang masif belakang ini memberikan kemudahan akses terhadap akses informasi yang diterima oleh semua pihak, namun dibalik itu juga ada risiko yang harus diantisipasi. Maraknya informasi yang dapat diakses membuat masyarakat sulit untuk memilah mana informasi yang benar dan informasi bohong. 

Ibarat pisau bermata dua, teknologi juga kerap menimbulkan efek samping yang cukup mengkhawatirkan. Misalnya, penggunaan sosial media untuk kampanye melakukan aksi teror yang terus terjadi. Korbannya pun tak pandang bulu, baik yang berpendidikan tinggi maupun rendah bisa terpapar paham radikal yang disebar melalui sosial media.

Berkaca pada kasus Anggi,  seorang buruh  migran   Indonesia di Hongkong yang ditangkap pada Agustus 2017  karena merencanakan aksi  pemboman di Bandung. Pada tahun  2016  Anggi adalah perempuan biasa. Namun, akibat  terpapar pesan-pesan radikal  melalui media  sosial, Ia berubah signifikan dan tertarik melakukan aksi teror. 

Solahudin  Hartman,  pakar   terorisme  Indonesia yang mewawancarai  narapidana  terorisme rentang tahun 2002 hingga 2012 menyebut rata-rata pelaku teror membutuhkan waktu  5 - 10  tahun  sejak pertama kali terpapar paham radikal  sampai dengan terlibat  aksi terorisme. 

Kini, berdasarkan kasus Anggi, teknologi dapat mengubah orang  biasa menjadi orang  radikal hanya  dalam kurun waktu 1 tahun saja. Kelompok teror memandang bahwa radikalisasi online sangat efektif, terlihat dari data kenaikan forum diskusi kelompok ISIS di sosial media dari 180 kali pada 2018 menjadi 335 kali pada 2019. Ini fakta yang mengkhawatirkan!

Bagi organisasi perdamaian, tentunya hal ini menjadi sebuah tantangan. Bisakah organisasi perdamaian melakukan percepatan dalam penyebaran konten damai melalui sosial media?

Elshinta Peduli

Peace Generation didukung  oleh Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2) menyelenggarakan   acara  K-Hub   Fellowship   pada  17   Februari    2022,   sebuah  workshop peningkatan  kapasitas  organisasi  perdamaian  Indonesia dalam bidang  riset data, penulisan kreatif, dan visualisasi konten perdamaian.

K-Hub Fellowship merupakan acara bagi aktivis PCVE untuk  saling terhubung, berkolaborasi, dan meningkatkan kapasitas diri. Workshop diselenggarakan secara luring (offline) dan eksklusif bagi  organisasi  mitra   K-Hub  dengan  mengundang  para   ahli  di  bidangnya  sebagai  mentor sehingga  dapat  memberikan  pemahaman utuh  terkait   optimasi  media   untuk  menyebarkan narasi perdamaian.

Pada gelaran kali ini, K-Hub Fellowship mendatangkan narasumber ahli diantaranya Ismail Fahmi  (Founder Drone Emprite), Rahadian Prajna (Eks Wapemred Lokadata & Beritagar), Husein Abdulsalam (Produser Narasi), Nadya Zahwa  Noor (Illustrator Tirto) dan Mawa Kresna (Managing Editor Project Multatuli).

Terdapat 28 NGO Perdamaian yang mengikuti acara K-Hub Fellowship 2022 di antaranya Wahid Foundation, PUSAD Paramadina, Indika Foundation, Maarif Institute, dan organisasi lainnya. Harapan dari acara K-Hub Fellowship, para  peserta yang merupakan admin, desainer grafis, dan penulis  dari   NGO  perdamaian  di  Indonesia  meningkat  kapasitasnya  dalam  menciptakan konten-koten perdamaian yang  berbasis data dengan penyampaian yang  kreatif  dan  menarik bagi khalayak  luas. 

“K-Hub Fellowship 2022  ini selain untuk  peningkatan kapasitas, juga sebagai sarana pertemuan komunitas  perdamaian  untuk  makin  erat  menarasikan  damai  dengan keren  di media  sosial,” kata Irfan Amalee, Direktur Peace Generation Indonesia dalam keterangannya di Jakarta yang diterima Redaksi Elshinta.com, Kamis (17/2).

Sebagai  sebuah  platform  untuk   menghubungkan  dan   memperkuat  kolaborasi komunitas masyarakat sipil dan pemerintah, K-Hub berupaya memberikan sumbangsih dalam pencegahan juga penanggulangan ekstremisme kekerasan (PCVE) di Indonesia. Dengan visi untuk  memetakan inisiatif PCVE di Indonesia dan  membantu organisasi PCVE dalam proses pengambilan keputusan berbasis data melalui layanan digital interaktif  yang terpadu. Inisiatif penting K-Hub Fellowship ini perlu  dibagikan kepada semua orang  untuk  mendukung NGO perdamaian  dalam  menyebarkan konten damai di media  sosial.

Tags:    
Elshinta Peduli

Similar News