26 Oktober 2010: Gunung Merapi erupsi, ratusan orang tewas termasuk juru kunci Merapi

12 tahun lalu, tepatnya pada tanggal 26 Oktober 2010, Gunung Merapi meletus. Sebanyak 353 orang meninggal dunia, termasuk juru kunci Merapi, Raden Ngabehu Surakso Hargo atau yang akrab dikenal dengan Mbah Maridjan.

Update: 2022-10-26 06:39 GMT
Sumber foto: https://bit.ly/3smNNcf/elshinta.com

Elshinta.com - 12 tahun lalu, tepatnya pada tanggal 26 Oktober 2010, Gunung Merapi meletus. Sebanyak 353 orang meninggal dunia, termasuk juru kunci Merapi, Raden Ngabehu Surakso Hargo atau yang akrab dikenal dengan Mbah Maridjan.

Mereka yang meninggal, mengalami luka bakar, terpapar awan panas atau warga setempat menyebutnya awan wedhus gembel. Awan ini suhu sangat panas, diperkirakan 800-900 derajat celsius. Segala benda yang dilaluinya langsung terbakar.

Erupsi Merapi pada 26 Oktober 2010 itu, bagian dari proses aktivitas seismik yang dimulai sejak akhir September 2010. Saat itu status aktivitas Merapi terus naik level dari waspada, siaga dan awas.

Senin 25 Oktober 2010, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan (BPPTKG) Yogyakarta, menaikkan status dari siaga menjadi awas. Sehari kemudian, gunung bertinggi 2.930 meter dari permukaan laut (mdpl) memasuki tahap erupsi.

BPPTKG Yogyakarta mencatat, sedikitnya terjadi tiga kali letusan pada saat itu. Letusan pertama terjadi pada 26 Oktober 2010 pukul 17.02 WIB, diiringi keluarnya awan panas mengarah ke Kaliadem, Kepuharjo. Letusan ini juga menyemburkan material vulkanik setinggi kurang lebih 1,5 kilometer.

Sehari berselang, Gunung Merapi erupsi lagi. Memuntahkan lava pijar yang muncul hampir bersamaan dengan keluarnya awan panas pada pukul 19.54 WIB.

Erupsi Merapi 2010 tidak hanya membuat 353 orang meninggal dunia. Sebanyak 400.000 penduduk mengungsi. Sampai saat ini, mereka yang berada di zona merah harus direlokasi, pindah rumah di tempat yang aman di hunian tetap.

BPPTKG Yogyakarta mencatat, erupsi Merapi 2010 tersebut memuntahkan 140 juta meter kubik lava.

Dari kejadian ini, sosok yang tidak pernah terlupakan adalah Mbah Maridjan. Abdi dalem Keraton Yogyakarta ini jasadnya ditemukan sehari kemudian. Pria kelahiran Kinahrejo 5 Februari 1927 ini diketahui meninggal saat erupsi 2010 yang pertama.

Mbah Maridjan meninggal di usia 83 tahun. Saat jasadnya ditemukan, posisinya lampah jongkok menghadap ke selatan atau menghadap Keraton Yogyakarta dan Laut Selatan Jawa. Jasadnya ditemukan bersama 16 jasad lainnya yang lokasinya tidak berjauhan.

Banyak cerita tentang posisi Mbah Maridjan yang meninggal saat itu. Dari belasan jasad yang ditemukan di satu lokasi itu, hanya Mbah Maridjan yang posisi jasadnya menghadap ke selatan. Orang kemudian menyakini, itu bagian dari sikap teguh kepada atasannya.

Atasannya tidak lain mendiang Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) IX, yang memberinya mandat sebagai juru kunci Merapi. Mbah Maridjan hanya tunduk pada perintah mendiang Sri Sultan HB IX. Tidak heran, meski BPPTKG Yogyakarta menetapkan status awas, Mbah Maridjan tetap tidak turun meninggalkan Merapi.

"Mbah Maridjan tidak ngeyel (bandel), tapi justru menunjukkan sikap yang teguh kepada sang raja yang memberinya mandat. Dia memenang teguh amanah itu," kata Purnomo, 50 tahun, warga Cangkringan, Kamis 24 Oktober 2019.

Mbah Maridjan mendapat amanah sebagai wakil juru kunci Merapi pada 1970. Sekitar 12 tahun kemudian, atau 1982 Mbah Maridjan diangkat sebagai juru kunci.

Sejak Mbah Maridjan mengemban sebagai juru lunci, Merapi beberapa kali mengalami batuk atau erupsi kecil. Mbah Maridjan tetap di rumahnya, tidak turun meninggalkan Merapi sambil menenangkan warga. Seperti pada saat Merapi akan erupsi pada 2006, warga menunggu komandonya, mengungsi atau tidak.

Sama seperti erupsi 2010, warga juga menunggu komando Mbah Maridjan. "Wes do muduno, aku nang kene wae (sudah sana turun, saya tetap di sini saja)," kata Purnomo menirukan pesan Mbah Maridjan sebelum erupsi Merapi.

Dalam kondisi sudah bersatus awas, ada warga yang menuruti perintah Mbah Maridjan turun meninggalkan Kinajrejo. Tapi ada sebagian yang setia menemaninya meski Mbah Maridjan terus merayu warga untuk meninggalkannya.

Dan akhirnya, Merapi meletus pada 26 Oktober 2010. Sebagian besar warga yang menjadi korban, adalah mereka yang terlambat turun. Luncuran awan panas berlari lebih kencang dari jejak lari orang.

Tags:    

Similar News