Ribuan sopir truk di Semarang demo ODOL, ini tuntutannya

Ribuan sopir truk yang tergabung dalam beberapa komunitas seperti Aliansi Pengemudi Independen (API), Paguyuban Sopir Truk Indonesia (PSTI), Solidaritas Insan Gabungan Pengemudi (SIGAP), dan Perkumpulan Pengemudi dan Awak Jalan Tol (PPAJT) turun ke jalan. Mereka melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran, Senin (23/6/2025) di Jalan Siliwangi, kawasan Semarang Barat, Jawa Tengah.

Update: 2025-06-23 21:31 GMT
Ribuan sopir truk demo di Jalan Siliwangi, kawasan Semarang Barat, Jawa Tengah, Senin (23/6/2025). Foto: Akbar Bagus Prakoso

Elshinta.com - Ribuan sopir truk yang tergabung dalam beberapa komunitas seperti Aliansi Pengemudi Independen (API), Paguyuban Sopir Truk Indonesia (PSTI), Solidaritas Insan Gabungan Pengemudi (SIGAP), dan Perkumpulan Pengemudi dan Awak Jalan Tol (PPAJT) turun ke jalan. Mereka melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran, di Jalan Siliwangi, kawasan Semarang Barat, Jawa Tengah, Senin (23/6/2025).

Mereka memprotes pemberlakuan penuh kebijakan zero ODOL (Over Dimension Over Load) tanpa diiringi regulasi yang berpihak pada kesejahteraan pengemudi. Ketua API Jawa Tengah, Suroso, menilai bahwa penerapan kebijakan ODOL semestinya diimbangi dengan regulasi tarif angkutan logistik yang adil.

"Yang paling krusial adalah Pemerintah menetapkan tarif batas bawah dan batas atas. Kami mendukung Undang-Undang Nomor 22 dan 29, tapi kalau diberlakukan begitu saja, akan sangat memberatkan para pengemudi," tegas Suroso saat ditemui Elshinta, Senin siang.

Suroso menyampaikan bahwa penghasilan sopir sangat minim. Sebagai contoh, dalam satu kali perjalanan dari Semarang ke Jakarta saja bisa memakan waktu tiga hingga empat hari. Pengemudi hanya membawa pulang uang sebesar Rp500 ribu.

"Kami ini buruh profesi. Tapi lebih buruk dari buruh pabrik. Tidak ada UMR, tidak ada tunjangan harian, bahkan THR pun sangat jarang diberikan," imbuhnya.

Ketua API Jateng juga menyoroti persoalan kriminalitas di jalan dan minimnya perlindungan hukum. Ia menyebut para sopir kerap menjadi korban pemalakan, tekanan dari oknum tertentu, hingga praktik pungutan liar (pungli).

"Di Jakarta, pungli oleh oknum bisa mencapai Rp2 juta sampai Rp3 juta sekali jalan. Sopir sering kali jadi pihak yang disalahkan. Padahal kalau tidak ada sopir, roda ekonomi negara ini tidak akan berputar," papar Suroso.

Tak hanya itu, menurutnya, para sopir juga sering mengalami kehilangan barang pribadi seperti ponsel saat berada di jalan raya. Hal tersebut akibat situasi yang tidak aman dan kurangnya dukungan dari aparat.  “Kami hanya menuntut keadilan sosial seperti yang dijanjikan dalam sila kelima Pancasila,” ujarnya

Aksi ini tidak hanya berlangsung di Semarang, namun berpotensi meluas jika pemerintah tidak segera merespons. Para pengemudi yang tergabung dalam komunitas API, PSTI, SIGAP, dan PPAJT berencana akan melakukan mogok nasional jika tuntutan tidak digubris.

"Kami diundang kementerian (Kemenhub), Selasa (besok). Kalau tidak ada tanggapan serius, kami siap mogok nasional," tegas Suroso.

Sementara itu, aksi unjuk rasa para sopir truk yang berlangsung damai tersebut sempat menyebabkan kemacetan di sejumlah titik di Jalan Siliwangi, yang berdampak pada kemacetan di jalur Pantura Barat Semarang.

Massa aksi demo akhirnya membubarkan diri sekitar pukul 11.30 WIB. Arus lalu lintas pun berangsur-angsur normal. Tidak lama selepas masa aksi membubarkan diri Jalur Siliwangi dari arah Semarang menuju Jakarta sudah mulai lancar.

Sempat terjadi kemacetan hingga Senin siang di ruas Tol Krapyak, terutama di lajur kendaraan berat seperti truk yang bergerak lebih lambat.

Penulis: Akbar Bagus Prakoso/Ter

Tags:    

Similar News