Guru Besar Aarce Tehupeiory: Sengketa tanah naik 21 persen, kebijakan pemerintah di harapkan menyent
Di tengah meningkatnya ketegangan atas proyek-proyek pembangunan nasional, guru besar akademik. Prof. Dr. Aarce Tehupeiory, S.H., M.H.,Guru Besar Hukum Agraria dan Pertanahan, mengajak negara hadir secara nyata untuk masyarakat adat dan kelompok rentan, terutama perempuan, dalam menghadapi konflik pertanahan.
Elshinta.com - Di tengah meningkatnya ketegangan atas proyek-proyek pembangunan nasional, guru besar akademik. Prof. Dr. Aarce Tehupeiory, S.H., M.H.,Guru Besar Hukum Agraria dan Pertanahan, mengajak negara hadir secara nyata untuk masyarakat adat dan kelompok rentan, terutama perempuan, dalam menghadapi konflik pertanahan.
Dalam pidatonya Prof. Aarce mengungkapkan bahwa konflik tanah meningkat 21 persen selama periode 2022 hingga 2024. Kenaikan ini bukan hanya angka, tapi menunjukkan krisis kepercayaan terhadap kepastian hukum di tingkat dasar, dikatakan setelah pengukuhan guru besar Prof. Dr. Aarce Tehupeiory S.H, M.H di Graha William Soeryadjaya,UKI, Jakarta Timur, Selasa(24/6/2025)
“ Karena ketika saya melakukan penelitian di berbagai daerah, maka akan terjadi sekali, dan itu juga disinkronkan dengan konsorsium hukum agraria bahwa ternyata sengketa dan konflik tanah khususnya di infrastruktur itu sangat meningkat, Mulai dari tahun 2022 sampai dengan 2024, kenaikannya sangat signifikan sekali, 21%. Artinya di sini, kenapa hal itu bisa terjadi? Karena status-status tanah yang tidak mempunyai kepastian yang kurang, lalu kemudian juga tidak adanya kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah,” jelas Prof Aarce, seperti yang dilaporkan Kontributor Elshinta Awaluddin Marifatullah.
Ia juga menyoroti beberapa fenomena yang terjadi atas konflik pertanahan di daerah daerah tertentu yang tidak di lakukan tanpa adanya mufakat dari hasil musyawarah.
“Lalu kemudian selanjutnya ketika tanahnya diambil untuk pembangunan, maka yang seringkali terjadi—saya pergi di daerah Nusa Tenggara Timur—penelitian dengan kasus-kasus tanah khususnya dalam proyek pembangunan nasional. Intinya hanya satu, bahwa ternyata tidak dilakukan dengan musyawarah yang seharusnya dilakukan secara maksimal,” lanjut Prof. Aarce.
menurutnya, kelompok yang paling rentan dari konflik ini adalah perempuan dan masyarakat adat, Aarce menginginkan masyarakat adat dan perempuan juga mendapatkan hak yang sepadan
“Lalu kemudian masyarakat adat yang terdampak dan juga para perempuan mengalamikan hal tersebut. Oleh karena itu, maka penting bagi masyarakat diberikan adanya kursus atau paralegal yang dapat saya katakan untuk memberikan kepastian tentang hak atas tanah dengan pendidikan hukum agraria,” ujarnya.
Prof. Aarce mendorong pada strategi nasional pembangunan Presiden Prabowo, namun menekankan bahwa reformasi birokrasi dan hukum agraria adalah prasyarat penting agar tujuan itu benar-benar menyentuh rakyat.
“Dan saya pikir, kita harus juga mendukung dari program pemerintah yang dilakukan oleh Presiden Prabowo di dalam strategi nasional untuk pembangunan. Oleh karena itu, perbaikan-perbaikan harus dilakukan untuk menunjang daripada birokrasi maupun juga aspek hukum,” katanya.
Ia juga menegaskan perlunya kolaborasi lintas lembaga dalam menangani praktik mafia tanah yang dinilai semakin naik.
“Dalam hal ini saya menyatakan harus lintas koordinasi baik Kementerian, ATR, BPN, Kepolisian, Kejaksaan, bahkan juga Komnas HAM dan tidak bisa terlepas juga KPK. Karena banyak sekali ternyata celah-celah itu dicari dengan melakukan tindakan-tindakan yang akhirnya menjadi ruang masuk untuk para mafia tanah sehingga terjadilah yang namanya korupsi tersebut. Bahkan juga sampai di pengadilan,” tegasnya.
Diketahui, Universitas Kristen Indonesia (UKI) telah resmi mengangkat Prof. Dr. Aarce Tehupeiory, S.H., M.H. sebagai Guru Besar Ilmu Hukum Bidang Hukum Agraria dan Pertanahan Program Pasca Sarjana UKI, acara pengukuhan ini berlangsung Graha William Soeryadjaya,UKI, Jakarta Timur.
Turut hadir dalam acara pengukuhan ini Keluarga dari Prof. Dr. Aarce Tehupeiory, S.H., M.H. ,Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia, Kepala LLDIKTI Wilayah III Jakarta, Ketua, Anggota Pengurus, dan Pembina Yayasan UKI, Rektor dan Wakil Rektor UKI, Ketua dan Anggota Senat Akademik UKI , Ketua dan Anggota Dewan Guru Besar UKI , Dewan Guru Besar UKI dan para Guru Besar Tamu, para dosen dan mahasiswa UKI.