Homologasi PT Bali Ragawisata dibatalkan, perusahaan dinyatakan pailit
Kuasa hukum PT Bali Ragawisata (PT BRW), Evan Togar Siahaan, Anthony Febriawan, dan Jeriho Badia Kemit menyatakan, PT BRW telah disuntik mati dan jatuh pailit akibat dikabulkannya permohonan pembatalan perdamaian (homologasi). Putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh pemohon Lily Bintoro bersama PT Bhumi Cahaya Mulia sebagaimana perkara No.18, pada Selasa (1/7/2025).
Elshinta.com - Jakarta – Kuasa hukum PT Bali Ragawisata (PT BRW), Evan Togar Siahaan, Anthony Febriawan, dan Jeriho Badia Kemit menyatakan, PT BRW telah disuntik mati dan jatuh pailit akibat dikabulkannya permohonan pembatalan perdamaian (homologasi)
Putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh pemohon Lily Bintoro bersama PT Bhumi Cahaya Mulia sebagaimana perkara No.18, pada Selasa (1/7/2025).
Selama pembacaan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa 1 Juli 2025 yang disampaikan Majelis Hakim; Joko Dwi Atmoko, Budi Prayitno, dan Faisal, Kuasa hukumPT BRW, Evan Togar Siahaan menilai dugaan adanya kejanggalan yang dijadikan pertimbangan putusan dari pihak Majelis Hakim tersebut.
Hal tersebut dikarenakan kontrasnya pertimbangan yang digunakan oleh Majelis Hakim dalam memutus perkara No. 18 dibandingkan dengan perkara lainnya yang telah dimenangkan oleh PT BRW.
“Dalam putusan pada perkara No. 20, No. 22, dan No. 23, Majelis Hakim memenangkan PT BRW dengan mengedepankan keberlangsungan usaha dari PT BRW. Namun dalam putusan pada perkara No. 18 oleh Lily Bintoro yang merupakan pemegang saham PT BRW, justru permohonannya dikabulkan tanpa mempertimbangkan keberlangsungan usaha dari PT BRW. Untuk itu kami akan mengajukan kasasi atas putusan dari Pengadilan Niaga ini serta upaya hukum lainnya yang tersedia,” katanya dalam keterangan kepada media di Jakarta, Rabu (2/7/2025).
Terang Evan, dalam putusan pada perkara No. 20, No. 22, dan No. 23, Majelis Hakim memenangkan PT BRW dengan mengedepankan keberlangsungan usaha dari PT BRW.
"Namun dalam putusan pada perkara No. 18 oleh Lily Bintoro yang merupakan pemegang saham PT BRW, justru permohonannya dikabulkan tanpa mempertimbangkan keberlangsungan usaha dari PT BRW," ujar Evan dalam keterangan tertulis, Rabu 2 Juli 2024.
"Untuk itu kami akan mengajukan kasasi atas putusan dari Pengadilan Niaga ini serta upaya hukum lainnya yang tersedia," imbuhnya.
PT BRW telah digugat oleh enam pemohon yang ingin membatalkan putusan homologasi PKPU. Dari enam pemohon, beberapa waktu lalu tiga perkara sudah dimenangkan oleh PT BRW.
Rinciannya pada perkara yang dimohonkan oleh PT Tatamulia Nusantara Indah, PT Karya Intertek Kencana, dan PT Karya Makmur Integra (Perkara No. 23), Simon Chang (Perkara No. 20), dan Ryo Okawa (Perkara No. 22). Sementara dua perkara lainnya atas nama pemohon CV Dwi Putu Kassirano (Perkara No. 19) dan PT Pilar Garba Inti (Perkara No. 21) ditolak di hari yang sama dengan pembacaan putusan Perkara No. 18.
Evan menjelaskan pada perkara dengan pemohon Lily Bintoro ini harusnya pihak Majelis Hakim bisa lebih arif dan bijaksana serta mempertimbangkan keberlangsungan usaha PT BRW.
Terutama, kata dia, dalam perspektif dukungan pemerintah yang sedang berusaha untuk menghadirkan lapangan pekerjaan dan iklim usaha yang kondusif.
Ia mengatakan berdasarkan dokumen yang tertera pada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, nama Lily Bintoro tercatat sebagai pemegang saham PT BRW bersama dengan Djie Tjian An, Didi Dawis, dan Saiman Ernawan.
Selanjutnya, Evan juga mempersoalkan mengenai fakta bahwa PT Bhumi Cahaya Mulia sudah menerima pelunasan pembayaran dari PT BRW, namun putusan Majelis Hakim justru tetap memihak Lily Bintoro dan PT Bhumi Cahaya Mulia.
Evan juga mengungkapkan dalam pengelolaan PT BRW ini, kontribusi yang diberikan oleh pihak Lily Bintoro tidak signifikan dalam permodalan usaha maupun dukungan kelanjutan berusaha.
Dengan dikabulkannya permohonan pailit dari Lily Bintoro sebagai pemegang saham ini, Evan mengatakan, kerugian akan turut dirasakan oleh para pegawai PT BRW dan juga para kreditur lainnya yang bukan merupakan pemegang saham, yang mana telah memberikan kepercayaannya kepada PT BRW.
"Menurut kami putusan semacam ini bisa menjadi yurisprudensi yang buruk bagi iklim usaha di Indonesia," tutup Evan. (Dd)