Polda Sumsel ungkap praktik penjualan konten pornografi lewat medsos
Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda Sumsel mengungkap praktik penjualan konten pornografi yang dijalankan secara terorganisir melalui media sosial.
Elshinta.com - Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda Sumsel mengungkap praktik penjualan konten pornografi yang dijalankan secara terorganisir melalui media sosial.
Kasubdit V Siber Ditreskrimsus Polda Sumsel AKBP Dwi Utomo di Palembang, Rabu, mengatakan dalam praktik tersebut, tiga orang pelaku diamankan, dua di antaranya merupakan ayah dan anak yang kompak menjual video porno demi keuntungan pribadi.
Ketiga tersangka yang diamankan yakni ayah berinisial M (35), anaknya LAP (20), dan seorang rekan mereka Budi Sartono (28). Dari hasil kejahatan tersebut, para pelaku berhasil meraup keuntungan hingga Rp70 juta dalam kurun waktu satu tahun.
Polisi juga menyita sejumlah barang bukti, termasuk ponsel yang digunakan untuk melakukan penjualan video porno, tangkapan layar, serta bukti transaksi digital.
Mereka bertiga memiliki peran berbeda dalam menjalankan aksinya. Modus yang digunakan adalah menawarkan jasa layanan seksual berbayar kepada calon korban melalui media sosial, dengan dua pilihan layanan.
Untuk video syur, pelaku mengirimkan file video itu kepada pembeli dan dijual seharga Rp200 ribu per video. Sedangkan, untuk layanan video call tarif yang dikenakan sebesar Rp150 ribu.
Dalam praktiknya, pelaku menggunakan dua unit ponsel untuk menjalankan modus ini. Satu ponsel digunakan untuk memutar video wanita telanjang, sementara ponsel kedua digunakan untuk melakukan video call dengan korban. Kamera diarahkan ke layar ponsel pertama agar korban mengira sedang berinteraksi langsung dengan pelaku perempuan.
Selama sesi video call berlangsung, pelaku merekam layar tanpa sepengetahuan korban. Setelah itu, hasil rekaman digunakan untuk memeras korban dengan ancaman akan menyebarkan video tersebut jika tidak memberikan uang tebusan.
“Kami masih mendalami jaringan dan nomor-nomor ponsel yang digunakan pelaku. Dari pengakuan mereka, motif utama adalah faktor ekonomi. Pelaku juga mengaku kerap berpindah tempat untuk menghindari pelacakan,” jelasnya.
Atas perbuatannya, mereka bertiga dijerat dengan Undang-Undang ITE dan UU Pornografi, serta terancam hukuman penjara maksimal 6 tahun.