Menteri Wihaji tinjau Ayah Antar Anak di SMAN 9 Jakarta

Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Wihaji, mengunjungi SMAN 9 Jakarta, Senin (14/7/2025), untuk memantau langsung pelaksanaan "Gerakan Ayah Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah". Gerakan ini bertujuan mendorong peningkatan peran ayah dalam pengasuhan anak, terutama saat masa transisi penting seperti awal masuk sekolah.

Update: 2025-07-15 06:15 GMT
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Wihaji, mengunjungi SMAN 9 Jakarta, Senin (14/7/2025). Foto: Humas Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN,

Elshinta.com - Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Wihaji, mengunjungi SMAN 9 Jakarta, Senin (14/7/2025), untuk memantau langsung pelaksanaan “Gerakan Ayah Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah”. Gerakan ini bertujuan mendorong peningkatan peran ayah dalam pengasuhan anak, terutama saat masa transisi penting seperti awal masuk sekolah.

Program ini merupakan bagian dari kampanye Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI)—salah satu Quick Wins Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN—yang diluncurkan sebagai upaya mendorong perubahan budaya pengasuhan yang selama ini cenderung berfokus pada peran ibu.

Menteri Wihaji menegaskan pentingnya keterlibatan ayah dalam tumbuh kembang anak. “Gerakan ini menjadi simbol perubahan budaya pengasuhan di Indonesia. Dari yang semula terpusat pada peran ibu, menjadi lebih kolaboratif dan setara,” ujarnya.

Gerakan Ayah Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah didasari oleh Surat Edaran Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN Nomor 7 Tahun 2025, yang ditujukan kepada ASN di lingkungan Kemendukbangga/BKKBN. Namun, dengan potensi dampaknya, gerakan ini dinilai layak untuk diperluas secara nasional.

Dalam pidatonya sebagai pembina upacara di SMAN 9 Jakarta, Menteri Wihaji mengangkat sejumlah isu yang kini dihadapi remaja, termasuk krisis figur ayah di lingkungan keluarga. “Berdasarkan data, 20,9 persen anak Indonesia mengalami fatherless atau kehilangan ayahnya,” ungkapnya.

Ia juga menyoroti kecenderungan remaja untuk menjauh dari komunikasi keluarga seiring bertambahnya usia. “Banyak anak SMA merasa malu atau gengsi untuk berinteraksi dengan orang tua, termasuk ayah, karena mereka merasa telah dewasa,” katanya.

Menteri turut mengingatkan bahaya penggunaan handphone yang berlebihan dalam kehidupan keluarga. “Meski tidak anti terhadap penggunaan handphone, namun penggunaannya yang berlebihan sangat mempengaruhi pola komunikasi antara anak dan orang tua,” ujarnya.

Mengutip survei, Wihaji menyampaikan bahwa anak-anak Indonesia rata-rata menghabiskan waktu sekitar 8,5 jam sehari dengan handphone, yang berdampak langsung pada minimnya interaksi dengan orang tua.

Untuk memperkuat pernyataannya, Menteri berbincang dengan seorang siswi di hadapan peserta upacara. “Saya jarang ngobrol dengan orang tua saya. Ketika saya pulang, orang tua saya belum pulang. Ketika orang tua saya pulang, saya sudah tidur. Dalam satu minggu saya ngobrol hanya dalam waktu 30 menit,” tutur siswi tersebut.

Penulis: Rizky Rian Saputra/Ter

 

 

Tags:    

Similar News