13 November 1998: Tragedi Semanggi, sebuah babak kelam dalam sejarah reformasi Indonesia
Tragedi Mei 98. (Reuters)

13 November 1998: Tragedi Semanggi, sebuah babak kelam dalam sejarah reformasi Indonesia

Dalam Negeri    Editor: Calista Aziza    Senin, 13 November 2023 - 06:00 WIB

Elshinta.com - Pada tanggal 13 November 1998, Indonesia menyaksikan salah satu tragedi berdarah yang mencoreng sejarah bangsa, dikenal dengan sebutan Tragedi Semanggi. Peristiwa ini terjadi dalam konteks gejolak reformasi yang melibatkan mahasiswa, aktivis, dan masyarakat yang menuntut perubahan politik dan ekonomi di tengah-situasi politik yang tegang pasca-pembubaran mahasiswa di Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998.

Reformasi di Indonesia pada akhir tahun 1990-an merupakan respons terhadap pemerintahan otoriter yang dipimpin oleh Presiden Soeharto selama lebih dari tiga dekade. Ketidakpuasan terhadap korupsi, pelanggaran hak asasi manusia, dan ketidaksetaraan ekonomi menjadi pendorong utama aksi protes yang melibatkan mahasiswa, aktivis, dan masyarakat umum.

Sejak awal 1998, mahasiswa telah menjadi motor penggerak reformasi. Demonstrasi besar-besaran di depan Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998, yang berujung pada pembubaran mahasiswa dengan kekerasan, menjadi pemicu utama menuju tragedi yang lebih luas di kawasan Semanggi.

Demonstrasi di Semanggi

Pada 13 November 1998, ribuan mahasiswa berkumpul di kawasan Semanggi, Jakarta, menyuarakan tuntutan reformasi. Awalnya berjalan damai, namun ketegangan meningkat ketika pasukan keamanan berusaha membubarkan demonstran. Bentrokan yang terjadi merenggut banyak nyawa dan melukai puluhan lainnya.

Baca juga Korban Tragedi Semanggi I

Tragedi Semanggi menjadi titik balik kritis dalam sejarah politik Indonesia. Kekerasan yang terjadi memunculkan kecaman publik terhadap rezim Soeharto, memperkuat tuntutan reformasi, dan mengubah arah politik bangsa. Pada bulan Mei 1998, Soeharto terpaksa mengumumkan pengunduran dirinya setelah memimpin Indonesia selama 32 tahun.

Pasca-tragedi, upaya dilakukan untuk membawa pelaku kekerasan ke pengadilan. Namun, proses hukum tersebut tidak selalu berjalan lancar, dan upaya untuk mencapai keadilan bagi korban seringkali menemui kendala.

Sumber : Elshinta.Com

Tuliskan Komentar