Rumbrapuk pewaris budaya Apen Beyeren
Keringat mengalir di badan Frans Yakob Rumbrapuk (67), salah satu pewaris budaya luhur Apen Beyeren atau atraksi berjalan di atas batu panas dengan kaki telanjang, sebagai salah satu tradisi unik di dunia. Mansar Rumbrapuk, sapaan akrab pria lanjut usia itu, sejak pagi hari menyiapkan permainan atraksi budaya Biak Apen Beyeren pada Festival Biak Munara Wampasi (BMW) 1-4 Juli 2025.

Elshinta.com - Keringat mengalir di badan Frans Yakob Rumbrapuk (67), salah satu pewaris budaya luhur Apen Beyeren atau atraksi berjalan di atas batu panas dengan kaki telanjang, sebagai salah satu tradisi unik di dunia. Mansar Rumbrapuk, sapaan akrab pria lanjut usia itu, sejak pagi hari menyiapkan permainan atraksi budaya Biak Apen Beyeren pada Festival Biak Munara Wampasi (BMW) 1-4 Juli 2025.
Lelaki dari Kampung Bosnabraidi, Distrik Yawosi, di wilayah pantai utara Biak, berjarak 38 Km di utara pusat Kota Biak itu melakukan persiapan Apen Beyeren, dimulai dengan membuat "barapen" atau tempat membakar batu panas yang berukuran sekitar 3 x 5 meter.
Sembari membakar kayu dan batu, para pemain atraksi budaya diiringi dengan musik Tifa tradisional. Permainan itu diperagakan keluarga Rumbrapuk, dengan menampilkan tarian Wor sebagai simbol untuk memuja leluhur atau moyang mereka dan Tuhan sebagai pencipta alam semesta.
Melestarikan budaya Biak secara adat wajib dijalankan bagi keluarga besar Frans Rumbrapuk, ketika ingin melakukan kegiatan atraksi budaya Apen Beyeren, supaya acaranya dapat berjalan dengan lancar, tanpa adanya hambatan apapun. Sebelum melakukan Apen Beyeren, ada pantangan yang harus mereka jaga, di antaranya tidak boleh berselingkuh atau berzina dengan orang lain yang bukan istrinya.
Sementara syarat lain yang harus dijaga pewaris budaya luhur ini, mereka tidak boleh sombong, berbohong, dendam atau iri hati dengan orang lain.
"Jika larangan dan pantangan ini dilanggar, maka kaki yang berjalan pasti akan terbakar dan melepuh, saat menjalankan kegiatan permainan Apen Beyeren," katanya.
Malam itu, Selasa (1/7) pukul 19.00 WIT si pewaris budaya luhur Suku Biak Rumbrapuk tampil menggunakan topi mahkota dan pakaian kebesaran "Mamberi" atau panglima perang yang bernuansa adat Papua. Selain itu, di leher dipasang tas inakson atau noken berisi pinang kapur sirih dan rokok yang dijadikan sebagai sarana berkomunikasi dengan para leluhurnya.
Di sekeliling lokasi atraksi Apen Beyeren terlihat begitu panas dengan banyaknya kayu bakar dan bara api yang menyala di atas batu. Bahkan, di tempat atraksi Apen Beyeren terlihat semburan asap api dan kayu bakar yang terasa menyengat tubuh pengunjung di sekitar area permainan.
Sehari sebelum acara pentas sampai hari pertunjukan atraksi budaya, ritual khusus dilakukan oleh Rumbrapuk untuk meminta kekuatan dan cuaca yang bagus. Untuk pengiring tarian Wor atau disebut dou beba dan dou samabraf merupakan doa kepada Tuhan dan leluhur untuk diberikan kekuatan.
Sebelum tampil bermain Apen Beyeren telah disiapkan daun sandia yang dimasukkan dalam tempat berisi air untuk diminum dan digunakan untuk membasuh kaki peserta atraksi budaya. Selama atraksi tetap berjalan tidak akan terganggu dengan situasi cuaca karena telah dibuat ritual khusus.
Waktu pertunjukan Apen Beyeren dimulai, diawali pewaris budaya luhur Rumbrapuk berjalan di atas batu panas tanpa alas kaki dilakukan Frans Rumbrapuk, kemudian diikuti satu persatu keluarga lain berjalan dengan mengelilingi tempat pesta acara berlangsung. Rumbrapuk meyakini, atas kuasa pertolongan dari Tuhan dan restu moyang mereka, semua prosesi kegiatan atraksi budaya berjalan di atas batu panas bisa kami lakukan dengan sempurna, hingga acaranya selesai.
Penonton atraksi budaya Apen Beyeren mencapai 2.000 wisatawan Nusantara dan 10 turis mancanegara, salah satunya Dubes ASEAN Seychelles Nico Barito, hingga perwakilan Kementerian Pariwisata dibuat takjub dengan permainan "berjalan di atas batu panas" Kegiatan budaya warisan tak benda ini berlangsung di lapangan hanggar Burokub Lanud Manuhua dalam rangkaian Festival Biak Munara Wampasi 1-4 Juli 2025, dilakukan keluarga Frans Rumbrapuk sekitar 45 menit hingga berakhir pukul 19.45 WIT.
Atraksi budaya Apen Beyeren di kalangan Suku Biak bermula dari adanya ritual bakar batu pesta adat atau kegiatan memasak bersama-sama warga di satu kampung, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa. Di kalangan Suku Biak, tradisi Apen Beyeren hanya bisa dimainkan orang tua terpilih dari kampung secara turun temurun, salah satunya Frans Yakob Rumbrapuk dari Kampung Bosnabraidi, Distrik Yawosi.
Setiap atraksi Apen Beyeren dilakukan dalam pesta adat keluarga atau pada kegiatan pariwisata, masyarakat pewaris luhur menjadi pemain atraksi yang makin langka karena pewarisnya sudah mulai berusia tua. Masyarakat Papua masih menjaga warisan leluhurnya, bahkan sampai saat ini. Budaya yang ada juga masih kental dengan nuansa tradisional zaman dahulu.
Budaya daerah Apen Beyeren merupakan warisan adat Suku Biak yang sampai sekarang masih dijaga keaslian melalui Frans Rumbrapuk. Budaya Apen Beyeren, jika tidak dijaga kelestariannya, maka generasi muda Papua mendatang akan kehilangan akar sejarah dan nilai-nilai luhur bangsa dari keindahan atraksi berjalan di atas batu panas.
Dinas Pariwisata Pemerintah Kabupaten Biak Numfor terus berupaya melestarikan budaya itu, melalui ajang Festival Biak Munara Wampasi yang diselenggarakan setiap tahun, dengan menampilkan berbagai seni budaya daerah, di antaranya parade tarian wor, lomba perahu, dan upacara adat Snap Mor, yaitu tradisi menangkap ikan secara tradisional, hingga atraksi Apen Beyeren.
Menjaga warisan leluhur juga kental terlihat dari kehidupan sehari-hari masyarakat Suku Biak. Hampir semua barang yang digunakan masih menggunakan bahan dari alam. Dimulai dari rumah, tas, pakaian, alat musik, bahkan senjata berburu, sehingga tidak heran jika bentuknya pun masih terlihat sederhana.
Setiap kawasan wilayah adat di Tanah Papua memiliki nama sendiri-sendiri untuk ritual memasak, seperti masyarakat Paniai menyebut dengan Gapii atau Mogo Gapii serta di Wamena Kit Oba Isago. Sementara masyarakat Biak menyebutnya dengan Barapen yang belakangan menjadi istilah umum dalam berbagai acara adat.
Papua memiliki kekayaan budaya yang sangat beragam dan unik, tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakatnya, hingga saat ini masih banyak dijumpai dalam komunitas masyarakat adat Biak. Menjaga budaya Biak, bukan hanya tentang melestarikan tradisi, tetapi juga memberikan ruang bagi masyarakat Papua untuk mengembangkan dan berinovasi, tanpa mengorbankan nilai-nilai budaya yang sudah ada.
Pelestarian budaya harus dilakukan secara holistik, melibatkan pendidikan, teknologi, ekonomi, dan kebijakan pemerintah yang mendukung keberlanjutan budaya lokal di era modern ini.
KEN 2025 Pariwisata
Kementerian Pariwisata telah memasukan Festival Biak Munara Wampasi sebagai ajang Kharisma Event Nusantara 2025 (KEN). Ajang ini merupakan program tahunan Kementerian Pariwisata yang bertujuan memilih dan mengakurasi acara terbaik di seluruh Indonesia. Program ini bertujuan mendorong pertumbuhan pariwisata dan ekonomi kreatif di berbagai daerah di Indonesia.
KEN 2025 memberikan dampak positif secara ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Asisten Deputi Event Daerah Kementerian Pariwisata Reza Pahlevi mengharapkan KEN 2025 dapat meningkatkan arus kunjungan wisatawan, memberdayakan potensi lokal dan memperkuat kolaborasi antara pemerintah pusat dengan daerah.
Melalui penyelenggaraan ajang berkualitas, program Festival Biak Munara diharapkan menjadi salah satu strategi efektif dalam mempromosikan objek iwisata Indonesia ke tingkat nasional dan internasional. Tahun 2025 menjadi bukti konsistensi KEN dalam menghadirkan acara pariwisata pilihan yang mencerminkan kekayaan budaya, seni, dan kuliner Nusantara.
Bupati Biak Numfor Markus Oktovianus Mansnembra mengakui ada keunikan yang tidak dimiliki daerah lain adalam atraksi Apen Beyeren dari Suku Biak, sehingga masyarakat adat harus tetap melestarikan hingga sekarang.
Pemkab Biak Numfor akan bekerja sama dengan pemerintah Republik Seychelles untuk melakukan inovasi kegiatan Festival Biak Munara Wampasi, salah satunya atraksi budaya Apen Beyeren menjadi identitas diri Suku Biak sebagai daya tarik wisatawan Nusantara dan turis mancanegara menyaksikan langsung permainan berjalan di atas batu panas.
Beragam budaya Papua tidak hanya menjadi identitas dan kebanggaan terhadap masyarakat Papua, tetapi juga merupakan bagian tak ternilai sebagai warisan budaya nilai-nilai kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.