Denny JA: Prabowo perlu diperkuat Think Thank Independen

Kerusuhan yang melanda Jakarta hingga Makassar pada akhir Agustus lalu menjadi peringatan keras bahwa bangsa tengah menghadapi ujian besar.

Update: 2025-09-01 04:51 GMT

Kerusuhan yang melanda Jakarta hingga Makassar pada akhir Agustus lalu menjadi peringatan keras bahwa bangsa tengah menghadapi ujian besar. Gedung DPRD Makassar luluh lantak, rumah pejabat dijarah, hingga menelan korban jiwa.

Dalam kondisi genting ini, pengamat politik senior Denny JA menegaskan pentingnya dukungan kepada Presiden Prabowo Subianto. Namun, ia menekankan bahwa dukungan itu perlu diiringi dengan penguatan strategi dan kelembagaan.

“Ketika simbol demokrasi dibakar, yang rusak bukan hanya gedung fisik, tetapi juga kepercayaan rakyat,” ujar Denny JA.

Menurutnya, gejolak sosial yang terjadi dipicu oleh tiga sebab utama. Pertama, kesenjangan ekonomi yang menimbulkan luka kolektif. Kedua, erosi kepercayaan pada lembaga yang dianggap lebih berpihak kepada penguasa ketimbang rakyat. Ketiga, ledakan emosi di tengah ketidakpastian global yang diperparah oleh derasnya arus media sosial.

“Api itu bukan sekadar menjilat kayu dan besi, melainkan juga pondasi solidaritas kita,” ungkapnya.

Denny JA menilai dukungan kepada Prabowo harus dipertegas, terutama di tengah badai sosial yang sedang menghantam bangsa. Ia menggambarkan negara sebagai kapal besar yang memerlukan nahkoda yang tetap memegang kendali.

“Prabowo telah berada di kursi kendali, mengenal peta bahaya, dan memahami koordinat tujuan. Dukungan padanya adalah syarat moral agar kapal Indonesia selamat,” jelasnya.

Meski begitu, Denny JA menekankan bahwa dukungan tidak berarti tanpa kritik. Ia menawarkan tiga hal yang perlu diperkuat dalam kepemimpinan Prabowo.

Pertama, konsep Big Spending Government yang berfokus pada belanja besar negara untuk program padat karya, subsidi tepat sasaran, serta infrastruktur yang langsung menghidupkan dapur rakyat. Menurutnya, pola belanja besar seperti New Deal yang pernah dilakukan Roosevelt dapat menjadi inspirasi.

Kedua, kebutuhan adanya saluran alternatif atau telinga kedua presiden berupa think tank independen. Kanal ini melibatkan akademisi, sosiolog, lembaga survei, tokoh budaya, hingga oposisi, guna memberikan masukan apa adanya dan berfungsi sebagai sistem peringatan dini.

Ketiga, pentingnya eksekutor yang kuat. Program populis seperti Makan Siang Gratis hingga Koperasi Merah Putih, menurutnya, hanya akan bermakna jika dijalankan oleh tim tangguh dengan disiplin target dan transparansi.

“Gagasan besar akan hambar jika tidak dieksekusi kuat. Prabowo perlu memastikan dan mengevaluasi berkala, ada eksekutor tangguh yang benar-benar bekerja efektif,” tegas Denny JA.

Ia menutup dengan keyakinan bahwa dengan belanja besar, telinga kedua, dan eksekutor tangguh, Prabowo bisa memimpin tidak hanya dengan ketegasan, tetapi juga kearifan.

“Dengan big spending, telinga kedua, dan eksekutor tangguh, Prabowo tak hanya akan memimpin dengan ketegasan, tetapi juga dengan kearifan. Ia menjadi satria pinandhita sinisihan wahyu: berani sekaligus berhikmat,” pungkasnya. (Rizky Rian Saputra)

Tags:    

Similar News