HGN 2025, aktivis pendidikan: Banyak guru di pinggiran sangat butuh perhatian pemerintah
Aktivis pendidikan, guru di SMP Negeri 55 Kota Bandung, Jawa Barat, Rahmat Suprihat. Foto : Istimewa
Peringatan Hari Guru Nasional setiap tanggal 25 November dinilai hanya sebatas seremoni, yang diperingati dengan upacara bendera. Menurut aktivis pendidikan yang juga guru di SMP Negeri 55 Kota Bandung, Jawa Barat, Rahmat Suprihat, setelah itu orang menganggap guru tidak jauh berbeda dengan profesi lainnya.
"Sampai hari ini, peringatan Hari Guru hanya sebatas seremoni. Ada upacara, kemudian ada pidato khusus, atau ada instruksi khusus, amanat yang bersumber dari kementerian. Setelah itu yaa bagi-bagi bunga. Orang menganggap guru sebagai orang-orang biasa saja mengabdi tidak jauh beda dengan orang-orang yang mengabdi di ruang-ruang profesi lainnya," ujar Rahmat saat diwawancarai Elshinta Bandung, Selasa (25/11/2025) pagi.
Rahmat menambahkan banyak guru yang mengabdi mencerdaskan anak bangsa di tempat yang jauh dengan tantangan yang tidak mudah, yang membutuhkan perhatian pemerintah.
"Kalau bicara guru yang mengabdi di ruang-ruang pendidikan di Indonesia membutuhkan perhatian dari pemerintah. Karena Indonesia bukan hanya Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung. Namun jauh di sana....ada guru-guru mengabdi untuk mencerdaskan anak bangsa dengan tantangan yang luar biasa," kata Rahmat yang mengaku merinding saat mendengarkan potongan lagu Hymne Guru yang dikumandangkan Elshinta.
Guru-guru yang mengabdi di pinggiran, tandas Rahmat, sangat membutuhkan perhatian pemerintah, mengenai kesejahteraannya dan akses menuju sekolah serta akses fasilitas pendidikan yang diperlukan siswa.
Meski demikian di bagian lain Rahmat mengaku ironis melihat guru yang sudah sejahtera, tuntutannya sudah berbeda. Sementara guru-guru yang mengabdi di pinggiran perbatasan, yang tidak punya harapan untuk diakses regulasi pemerintah.
"Sangat ironis tidak muncul sebuah karakter guru. Pada saat guru diberikan kesejahteraan lebih dengan diberikan rezeki yang baik oleh Tuhan semesta alam, tuntutannya lain lagi. Saya amati tuntutan jadi PNS. Sementara mereka yang selama ini mengabdi di pinggiran perbatasan, mereka tidak punya sebuah harapan untuk diakses regulasi yang ada di pemerintah, mereka terus saja mengabdi," ungkap Rahmat yang awal jadi guru digaji Rp 65 ribu per bulan.
Rahmat juga mengungkapkan bagaimana beratnya perjuangan guru-guru di pinggiran untuk pengembangan kompetensi. Mereka harus datang ke ibu kota kabupaten yang jaraknya sangat jauh dari tempat tinggal, untuk ikut pelatihan.
"Mudah-mudahan menjadi perhatian lebih pemerintah. Saya meyakini melalui Pak Mu'ti (Menteri Dikdasmen), punya keseriusan dan perhatian ke arah sana," harapnya.
Nico Aquaresta