Outlook Pertanian 2026, dari swasembada ke pangan berkelanjutan
Dua pemuda menunjukan cabai hasil ujicoba di Wongsorejo, Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (16/4/2025). Komunitas Anak Tani yang beranggotakan sejumlah anak muda itu aktif melakukan riset pertanian dan mengajak pemuda desa agar tetap berkarya di Kampung halaman untuk mengembangkan potensi desa, tanpa harus merantau sekaligus mendukung pemerintah dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan. ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/Spt.
Menjelang pergantian tahun, sektor pertanian selalu berada di persimpangan harapan dan kenyataan.
Harapan, karena pertanian tetap menjadi sandaran hidup jutaan keluarga sekaligus penopang ketahanan bangsa. Kenyataan, karena sektor ini terus diuji oleh perubahan iklim, tekanan pasar, keterbatasan lahan, hingga regenerasi petani yang tak kunjung tuntas.
Dalam situasi seperti inilah, berbicara tentang outlook pertanian bukan sekadar menyusun proyeksi angka atau daftar target produksi, melainkan upaya membaca arah zaman dan menimbang kesiapan menghadapi masa depan.
Proyeksi sektor pertanian 2026 di Indonesia diletakkan dalam kerangka tersebut. Ini akan hadir sebagai gambaran prospektif mengenai kondisi sektor pertanian Indonesia, sekaligus sebagai alat analisis untuk memahami tren, peluang, dan tantangan yang akan dihadapi dalam satu hingga beberapa tahun ke depan.
Dari sini ini tidak hanya tergambar apa yang mungkin terjadi, tetapi juga dapat dirumuskan arah kebijakan dan strategi yang diperlukan agar sektor pertanian tetap mampu menjalankan perannya sebagai penopang ketahanan pangan nasional.
Pada 2026, pemerintah menetapkan target besar swasembada pangan yang direncanakan tercapai pada 2026 dan kembali diperkuat pada periode 2028–2029.
Fokus utama diarahkan pada peningkatan produksi komoditas pangan strategis, khususnya beras, jagung, cabai, bawang merah, dan gula.
Produksi beras ditargetkan mencapai 34,77 juta ton, jagung 18 juta ton, cabai 3,08 juta ton, bawang merah 2 juta ton, serta tebu 39,5 juta ton atau setara dengan 2,8 juta ton gula.
Selain itu, peningkatan produksi kopi, kakao, dan kelapa juga menjadi perhatian, bersamaan dengan penguatan populasi sapi perah untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Target tersebut menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memperkuat ketahanan pangan dan mengurangi ketergantungan pada impor.
Kondisi Struktural
Namun, pencapaian target produksi tidak dapat dilepaskan dari kondisi struktural sektor pertanian itu sendiri. Perubahan iklim menjadi tantangan paling nyata, karena memengaruhi ketersediaan air, pola tanam, serta tingkat serangan hama dan penyakit tanaman.
Risiko gagal panen meningkat, sementara ketidakpastian iklim menuntut sistem pertanian yang lebih adaptif dan tangguh.
Di sisi lain, kualitas lahan pertanian terus menghadapi tekanan. Degradasi lahan akibat erosi, alih fungsi lahan, penggundulan hutan, serta penggunaan pupuk kimia yang berlebihan telah menurunkan daya dukung lingkungan.
Infrastruktur pertanian yang belum memadai, terutama irigasi, jalan produksi, dan fasilitas pascapanen, masih menjadi kendala dalam meningkatkan efisiensi dan menekan kehilangan hasil.
Ketergantungan pada impor komoditas tertentu juga menunjukkan bahwa ketahanan pangan nasional belum sepenuhnya kokoh, terutama ketika terjadi gejolak global.
Masalah regenerasi petani menjadi tantangan jangka panjang yang tidak bisa ditunda penanganannya.
Minat generasi muda terhadap pertanian cenderung menurun, seiring persepsi bahwa sektor ini menawarkan pendapatan yang tidak pasti dan risiko yang tinggi.
Akses terhadap pembiayaan masih terbatas, terutama bagi petani kecil, sehingga kemampuan untuk meningkatkan skala usaha dan mengadopsi teknologi baru menjadi terhambat.
Konflik lahan dan ketidakjelasan hak tenurial di sejumlah wilayah juga berpotensi mengganggu stabilitas produksi dan investasi di sektor pertanian.
Pada 2026 pemerintah dituntut mampu merespons tantangan tersebut melalui sejumlah arah kebijakan dan terobosan strategis.
Transformasi sistem pangan menjadi agenda utama, dengan penekanan pada peningkatan kualitas benih, perbaikan kebijakan subsidi pupuk, perluasan lahan tanam, serta penguatan hilirisasi pertanian.
Transformasi ini diarahkan untuk mendorong pertanian yang tidak hanya produktif, tetapi juga bernilai tambah dan berkelanjutan.
Pemanfaatan teknologi pertanian modern menjadi bagian penting dari strategi peningkatan produktivitas. Penggunaan teknologi seperti sistem pertanian cerdas dan drone pertanian diharapkan mampu meningkatkan efisiensi, ketepatan input, dan hasil panen.
Namun, teknologi tidak berdiri sendiri. Dukungan penyuluhan menjadi kunci agar inovasi benar-benar dapat diadopsi secara luas dan sesuai dengan kondisi lokal, bukan sekadar menjadi proyek percontohan yang terputus dari realitas lapangan.
Kapasitas SDM
Peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) aparatur pertanian juga mendapat perhatian dalam menetapkan langkah strategis pada 2026.
Melalui berbagai program pelatihan dan pendidikan, aparatur diharapkan memiliki kemampuan teknis dan manajerial yang lebih baik dalam mendampingi petani dan menjalankan kebijakan.
Aparatur pertanian dituntut tidak hanya sebagai pelaksana program, tetapi sebagai penggerak perubahan yang mampu menjembatani kebijakan nasional dengan kebutuhan daerah.
Kerja sama internasional turut menjadi bagian dari strategi penguatan sektor pertanian. Kemitraan dengan berbagai negara dan lembaga internasional, termasuk melalui program seperti FAST (Forest, Agriculture, and Sustainable Trade) Programme, diarahkan untuk meningkatkan keberlanjutan, memperkuat daya saing, dan membuka akses pasar global bagi komoditas pertanian Indonesia.
Kerja sama ini diharapkan mampu memperkaya praktik pertanian nasional dengan pembelajaran global, tanpa mengabaikan konteks dan kepentingan domestik.
Proyeksi ini pada akhirnya menegaskan bahwa keberhasilan sektor pertanian tidak dapat diukur semata dari capaian angka produksi.
Swasembada pangan perlu dipahami sebagai kemampuan sistem pangan nasional untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara berkelanjutan, adil, dan tangguh terhadap berbagai guncangan.
Kesejahteraan petani, kelestarian sumber daya alam, serta stabilitas sosial pedesaan harus menjadi bagian tak terpisahkan dari agenda pembangunan pertanian.
Dengan membaca proyeksi secara jernih, sektor pertanian diharapkan mampu melangkah lebih siap menghadapi tantangan masa depan.
Prospek pertanian tetap terbuka, tetapi menuntut konsistensi kebijakan, keberanian berinovasi, dan kesungguhan dalam memperkuat fondasi strukturalnya.
Dalam konteks itulah, menentukan langkah strategis bagi sektor pertanian untuk 2026 menjadi lebih dari sekadar pandangan ke depan, melainkan penanda arah bagi pertanian Indonesia menuju ketahanan pangan yang berkelanjutan.
*) Penulis adalah Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat.


