Pengelola klaim Hotel Sultan di atas lahan negara bukan HPL

Persidangan ungkap fakta HGB Hotel Sultan berada di atas Tanah Negara, bukan HPL. Ahli hukum agraria dukung klaim PT Indobuildco dalam sengketa perpanjangan HGB.

Update: 2025-10-21 06:22 GMT

Foto : Situs Hotel Sultan Jakarta

Persidangan perkara perdata Nomor: 208/Pdt.G/2025/PN.Jkt.Pst antara PT Indobuildco melawan Menteri Sekretaris Negara, PPKGBK, dan sejumlah pihak terkait, mengungkap berbagai fakta mengenai status lahan Hotel Sultan di kawasan Senayan.

PT. Indobuildco selaku pengelola Hotel Sultan dalam keterangan yang disampaikan membeberkan fakta diantaranya bahwa PT Indobuildco memperoleh Hak Guna Bangunan (HGB) atas tanah seluas 155.400 meter persegi yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman, Desa Gelora, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Hak tersebut diberikan melalui Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 181/HGB/DA/72 tertanggal 3 Agustus 1972 dan terdaftar di Kantor Agraria pada 5 Maret 1973. Sertifikat HGB No. 20/Gelora kemudian dipecah menjadi HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora, masing-masing berlaku selama 30 tahun hingga 4 Maret 2003.

Dalam konsideran SK pemberian HGB ditegaskan bahwa tanah tersebut adalah Tanah Negara yang diberikan berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta No. 1744/A/K/BKD/71 tanggal 21 Agustus 1971 dan Surat Pernyataan Direktur Gelanggang Olahraga Senayan No. 34/Dir/VII/1972 tertanggal 27 Juli 1972. PT Indobuildco juga telah membayar lunas kompensasi sebesar 1,5 juta dolar AS kepada Pemerintah DKI Jakarta secara bertahap selama 30 tahun, sesuai ketentuan dalam SK Gubernur tersebut.

Dalam persidangan tanggal 23 September 2025, ahli hukum agraria M. Noor Marzuki, mantan Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN periode 2016–2018 menegaskan bahwa HGB No. 26/Gelora dan No. 27/Gelora berada di atas Tanah Negara, bukan di atas HPL. Menurutnya, Tanah Negara adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara dan tidak dilekati hak apapun di atasnya.

“Apabila tanah tersebut merupakan aset pemerintah, tim verifikasi akan mengetahuinya pada saat penelitian data fisik dan yuridis, sehingga tidak mungkin terbit SK pemberian HGB tanpa keberatan dari pemerintah,” ujarnya di persidangan.

Pernyataan tersebut dikuatkan oleh pendapat hukum Prof. Boedi Harsono, Ketua Pusat Studi Hukum Agraria Universitas Trisakti, dalam dokumen tahun 2006 (Bukti P-61), yang menjelaskan bahwa tanah tersebut adalah Tanah Negara Bebas dan bukan bagian dari kompleks Gelora Senayan.

Dokumen pemerintah dukung fakta

Fakta ini juga diperkuat dengan Surat Laporan Badan Pengelola Gelanggang Olahraga Senayan Nomor 490/Kadir/XII/1988 tertanggal 31 Desember 1988, yang mencantumkan bahwa sebagian tanah eks Asian Games di luar kompleks Gelora Senayan telah dilepaskan kepada pihak lain, termasuk PT Indobuildco seluas 143.000 meter persegi, berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta No. 1744/A/K/BKD/71.

Perpanjangan HGB juga dilakukan pada 2002 melalui SK Kepala Kanwil BPN DKI Jakarta:

SK No. 016/10-550.2-09.01-2002 untuk HGB No. 26/Gelora (53.709 m²) hingga 3 April 2023.

SK No. 017/11-550.2-09.01-2002 untuk HGB No. 27/Gelora (83.666 m²) hingga 3 Maret 2023.

Kedua SK tersebut menegaskan kembali bahwa tanah dimaksud tetap di atas Tanah Negara, bukan HPL.

Menjelang berakhirnya masa HGB pada 2023, PT Indobuildco mengajukan permohonan pembaruan atas dua HGB tersebut melalui surat tertanggal 1 April 2021 kepada Kakanwil ATR/BPN DKI Jakarta.

Namun, permohonan itu tidak ditindaklanjuti oleh Kantor ATR/BPN Jakarta Pusat, dengan alasan tanah tersebut berada di atas HPL No. 1/Gelora, sehingga memerlukan rekomendasi dari Mensesneg selaku pemegang HPL.

Padahal, menurut keterangan ahli, sejak awal HGB tersebut diterbitkan di atas Tanah Negara, sehingga tidak seharusnya memerlukan rekomendasi pemegang HPL.

Sementara itu keterangan ahli hukum agraria Prof. Maria S.W. Sumardjono, yang dihadirkan oleh Kemensetneg dan PPKGBK, pada sidang 7 Oktober 2025 juga menyatakan bahwa perpanjangan atau pembaruan HGB harus mengikuti status awalnya.

“Jika awalnya berada di atas Tanah Negara, maka pembaruan tetap di atas Tanah Negara. Sebaliknya, bila di atas HPL, maka pembaruan juga di atas HPL,” ujar Maria di hadapan majelis hakim. (*)

Tags:    

Similar News