Sekolah Rakyat membuka jalan cita-cita Sifan menjadi Dokter Bedah

Update: 2025-09-20 00:08 GMT

Foto : Humas Kemensos RI

Menjadi siswa Sekolah Rakyat bagaikan sebuah keajaiban bagi Sifan Alyori (16). Remaja asal Bekasi, Jawa Barat sempat hampir berhenti sekolah dan berniat bekerja sebagai juru parkir. Namun, doa sang ibu diyakini membuatnya lolos seleksi dan kembali membuka jalan mewujudkan cita-cita menjadi dokter bedah orthopedi.

“Katanya saya hampir tidak lolos. Tapi alhamdulillah akhirnya bisa, bahagia banget. Bisa lanjutkan cita-cita saya bisa sekolah lagi, pengen masuk perguruan tinggi,” tutur Sifan saat ditemui di Sentra Terpadu Pangudi Luhur (STPL) Bekasi, beberapa waktu lalu.

Momen pertama kali masuk Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 13 Bekasi pada 14 Juli lalu masih membekas kuat. Ia datang bersama ibunya dengan menumpang angkutan umum.

Sejak kecil, Sifan tumbuh tanpa sosok ayah. Sang ayah meninggal ketika ia baru berusia empat bulan, sehingga ibunya menjadi satu-satunya penopang keluarga meski tengah berjuang melawan kanker perut ganas.

“Kadang Ibu mencari pekerjaan dari rumah orang. Kalau ada yang butuh bantuan bersih-bersih, ya Ibu kerjakan. Jadi serabutan gitu, apa aja yang ada,” kata Sifan.

Meski serba terbatas, Sifan tetap menyempatkan diri membantu ibunya sekaligus belajar. Semangat itu membawanya mengenal Sekolah Rakyat, program pendidikan yang digagas Presiden Prabowo Subianto melalui Kementerian Sosial.

“Saya kaget pertama kali pas dibilang sekolah ini nggak. Karena sebelumnya ada sekolah lain yang biaya masuknya besar, sementara saya dan ibu kurang mampu. Jadi adanya Sekolah Rakyat seperti jawaban doa,” ujarnya.

Keraguan sempat muncul dari sang ibu. “Awalnya ibu mikir-mikir, ini beneran enggak sih? Kayak terlalu ajaib ya, ada sekolah gratis. Saya yang meyakinkan ibu sampai akhirnya setuju,” kata Sifan.

Kini, Sifan menata mimpi menjadi dokter bedah orthopedi dengan penuh keyakinan. “Kalau di luar negeri saya ingin ke Universitas Yonsei, Korea. Kalau di Indonesia pengen UI atau UGM,” katanya penuh tekad.

Namun, ia juga menyadari jalannya tidak mudah. “Kalau tidak masuk Sekolah Rakyat, mungkin saya berhenti setahun, kerja dulu untuk kebutuhan sehari-hari dan kumpulin uang buat sekolah. Saya pernah bantu-bantu markir, jadi tukang cuci piring, jualan es, pokoknya apa saja yang bisa dilakukan,” ungkapnya.

Di balik semua perjuangan, Sifan tetap berpegang pada harapan. “Harapan untuk diri saya sendiri tuh tetap bertahan, harus disiplin, semangat belajar, dan terus menggapai cita-cita,” kata Sifan tegas.

Ia juga menyimpan doa besar untuk ibunya. “Saya ingin bisa membahagiakan Ibu dan suatu saat membawa ke Tanah Suci," katanya.

Kisah Sifan menjadi potret nyata bagaimana Sekolah Rakyat bukan sekadar ruang belajar, tetapi juga pintu harapan bagi anak-anak bangsa untuk meraih masa depan. Dengan target berdiri di 165 titik pada 2025 dan menampung lebih dari 15.000 siswa, program ini hadir dengan keyakinan bahwa setiap anak berhak atas kesempatan yang sama, tanpa dibatasi kondisi ekonomi.

Penulis: Rizky Rian Saputra/Ter

Tags:    

Similar News