Bonnie Triyana sebut wacana pelajaran Bahasa Portugis di sekolah perlu dikaji

Update: 2025-10-25 11:38 GMT

Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Bonnie Triyana, menilai rencana Presiden Prabowo Subianto menjadikan bahasa Portugis sebagai salah satu bahasa asing prioritas di sekolah perlu dikaji secara matang, baik dari sisi urgensi, kesiapan guru, hingga anggaran pendidikan nasional. Pernyataan tersebut disampaikan Bonnie saat diwawancarai di Elshinta News and Talk edisi pagi, Sabtu (25/10/2025).

Bonnie menanggapi ucapan Presiden saat pertemuan bilateral dengan Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva, di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (23/10/2025). Dalam pertemuan itu, Prabowo menyebut bahwa bahasa Portugis akan menjadi salah satu prioritas bahasa disiplin pendidikan di Indonesia sebagai bentuk penghargaan terhadap kerja sama dengan Brasil. Seperti diketahui bahasa utama negara sahabat itu adalah Bahasa Portugis.

Bonnie mengakui belajar bahasa asing tentu membawa manfaat, namun Pemerintah harus realistis terhadap manfaat dan kemampuan sumber daya yang tersedia. Ia menegaskan, bahasa Portugis bukan bahasa pergaulan internasional, maupun bahasa ilmu pengetahuan seperti bahasa Inggris.

“Kalau bahasa Portugis dijadikan pelajaran pilihan, tidak masalah. Tapi kalau dijadikan wajib, itu akan menambah beban murid dan guru, serta membutuhkan anggaran besar untuk menyiapkan tenaga pengajar di seluruh Indonesia,” jelas Bonnie kepada News Anchor Asrofi.

Menurutnya, Indonesia saat ini masih menghadapi kekurangan guru Bahasa Inggris, bahkan di sejumlah daerah tidak tersedia pengajar setelah guru sebelumnya meninggal atau pensiun. Bonnie menilai prioritas utama pendidikan seharusnya memperkuat penguasaan bahasa Inggris sebagai bahasa global yang digunakan dalam ilmu pengetahuan dan hubungan internasional. “Kita harus berhitung. Apakah sepadan mengeluarkan biaya besar membentuk guru bahasa Portugis di seluruh sekolah, sementara guru bahasa Inggris saja masih langka?” ujarnya.

Bonnie menduga, pernyataan Presiden Prabowo lebih merupakan gestur diplomasi politik demi mempererat hubungan Indonesia–Brasil. Menurutnya, jika wacana tersebut tetap ingin dijalankan, Pemerintah bisa memulainya melalui proyek percontohan (pilot project) di beberapa sekolah di tiap provinsi, bukan langsung diterapkan secara nasional. “Cukup beberapa sekolah dulu dijadikan proyek percontohan. Itu bisa jadi bentuk realisasi diplomasi, tanpa membebani sistem pendidikan yang sudah kompleks,” tutur sejarawan ini.

Lebih lanjut, Bonnie menyarankan agar kerja sama dengan Brasil difokuskan pada hal-hal yang lebih strategis, seperti pengembangan sektor pertanian dan perkebunan, mengingat kedua negara sama-sama penghasil kopi. “Daripada fokus ke bahasa Portugis, kenapa tidak kirim petani kopi kita belajar ke Brasil? Itu bentuk kerja sama selatan-selatan yang konkret,” katanya.

Bonnie menambahkan, kebijakan pendidikan tidak bisa hanya didasari oleh keinginan Presiden, melainkan harus mempertimbangkan kebutuhan masyarakat, kesiapan anggaran, dan kapasitas guru. “Negara tidak bisa disesuaikan dengan kemauan Presiden semata. Harus berdasarkan kebutuhan masyarakat dan kemampuan sistem pendidikan kita,” tegasnya.

Penulis: Dedy Ramadhany/Ter

Similar News